
foto net ilustrasi

Metrodeadline.com, – Ormas Gerakan Masyarakat Lokal (GML) Metro mempertanyakan kinerja Kejaksaan Negeri (Kejari) Metro dalam penaganan kasus dugaan Mark Up Rehab Pasar Cendarwasi Kota Metro sebesar Rp. 3, 7 miliar bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2018.
Ketua GML Metro, Slamet Riyadi mengatakan bahwa, penyidikan penetapan tersangka di nilai sanggat lambat. Padahal kasus tersebut ditangani sejak 2019 silam, hingga berganti tiga kali kepala Kejaksaan Negeri Metro.
“Saya sebagai masyarakat tentu sah-sah saja menanyakan hal tersebut. Bila di lihat kebelakang, pada tanggal 18 Desember 2020 hasil audit BPK sudah keluar dengan rincian kerugian negara Rp. 481 juta, tapi kenapa penetapan dua orang tersangka dilakukan pada 19 Februari 2021, selang satu hari pasca berakhirnya masa kepemimpinan Walikota Metro dan Wakil Walikota Metro, Pairin-Djohan,”ungkapnya, di gedung Kejari Metro, Senin (22/03/2021).
Lebih lanjut, kata Slamet asumsi publik menilai seolah-olah ada sekenario atau hal ganjil yang perlu di jelaskan jaksa ke publik luas atas penetapan tersangka cukup lama.
Menggapi hal tersebut, Kepala Kejari Metro, Virgina Hariztanne., SH., B.Bus.,M.M.,M.H menyatakan, terkait penetapan tersangka. “Ya, tentu kejaksaan harus mengumpulkan bukti-bukti yang kuat,”singkatnya.
Ditambahkan, Kasi Pidsus Kejari Metro, Subhan G,.S.H,.M.H mengaku proses penyelidikan rehab pasar cendrawasi ini di lakukan pada 2019 akhir.
“Jadi pada saat itu proses sudah ada penyidikan, kemudian berkas kita buka dengan penyelidikan kembali dengan melakukan pemeriksaan saksi-saksi. Kemudian ada pandemi covid-19 pada Maret 2020, sehingga ada petunjuk pimpinan untuk proses penyelidikan dan peyidikan kita dilarang untuk memanggil saksi-saksi. Kita hanya mengumpulkan bukti-bukti yang ada,”terangnya.
Begitu proses New Normal pada 9 Juni 2020, timpal Subhan Kejari Metro menerbitkan surat untuk peyelidikan. Kemudian di lakukan pemeriksaan kembali dan itu berproses pada Agustus 2020.
“Kami tim penyidik mengirim surat ke BPKP perwakilan Lampung untuk melakukan perhitungan kerugian keuangan negara. Kemudian BPKP berproses, kita tidak bisa mendesak mereka punya mekanisme sendiri diluar instansi kewenangan kita. Namun mereka melakukan pemeriksan klarifikasi turun ke lapangan dan timbulah hasil kerugian uang negara sbesar Rp. 481 juta dan keluar pada tanggal 18 Desember 2020,”jelasnya.
Atas dasar surat hasil audit BPKP Lampung, tambah Subhan pihak kejaksaan menetapkan dua tersangka atas nama P dan S pada Januari 2021.
“Ya, sebulan kemudian kita melakukan penahanan dua orang tersangka pada pada 18 Februari 2021. Bila dilihat tentu tenggang waktu tidak lama, karna kita juga berproses melakukan pemeriksan-pemeriksan itu,”pungkasnya. (*)