BUNGO – Kabupaten Bungo sudah dua tahun ini mengalami defisit keuangan yang cukup signifikan. Jika dilihat dari neraca keuangan Pemerintah Kabupaten Bungo per 22 Agustus 2019, angka defisitnya cukup besar.
Defisit ini terjadi diduga karena banyaknya kegiatan fisik yang menelan dana besar pada tahun 2019 ini. Salah satunya pembangunan sarana dan prasarana untuk kegiatan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ).
Bangunan MTQ yang menelan dana ratusan miliar ini diketahui menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bungo tahun 2019. Diduga hal inilah yang membuat bengkak pengeluaran Pemkab Bungo.
“Kami yang tergabung dari LSM LIPPAN DPK KAB. BUNGO menilai adanya dugaan kongkalikong antara legislatif dan eksekutif persoalan ketok palu anggaran
MTQ kab bungo,”ungkapnya.
Lift Misterius Arena MTQ, menghabiskan Rp 50 Miliar, BPK Temukan Banyak Pekerjaan Tidak Jelas.
Ada yang aneh dengan arena Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke-49 Provinsi Jambi di Kabupaten Bungo. Beberapa bagian pekerjaan bangunan yang menelan dana puluhan miliar itu statusnya tidak jelas; bukan milik pemerintah, bukan pula milik swasta. Padahal, pekerjaannya sudah dianggap selesai.
Ketidakjelasan ini ditemukan oleh auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jambi saat memeriksa APBD 2019 Kabupaten Bungo pada 2020 lalu. Metro Jambi yang memegang salinan hasil audit itu mencermati ketidakjelasan pada pekerjaan tambahan senilai Rp 3,2 miliar. Di antaranya adalah pengadaan dan pemasangan lift dan aksesoris menara pantau.
MTQ ke-49 di Bungo digelar pada 16-22 November 2019. Jauh sebelum pelaksanaan, Bupati Bungo H Mashuri telah menetapkan kawasan seluas 5 hektar di belakang komplek perkantoran Bupati Bungo di Muarabungo sebagai pilihan terbaik.
Sebagian tanah itu didapat dari hibah H Ismail Ibrahim, pengusaha dan kontraktor besar Provinsi Jambi yang tak lain adalah ipar Gubernur Jambi Fachrori Umar. Sebagian lagi dibeli oleh Pemkab Bungo.
Untuk membangunan kawasan itu, Pemkab Bungo menganggarkan dana hingga Rp 50 miliar. Di antaranya adalah untuk bangunan MTQ Rp 25,5 miliar, perencanaan Rp 379,3 juta dan pembangunan jalan arena Rp 23 miliar.
Lalu, untuk pengadaan dan pemasangan lampu jalan menuju lokasi serta lampu dan tiang monopole dianggarkan sebesar 1,5 miliar.
” Kita yakin perencanaan serta desain bentuk venue MTQ-nya lumayan bagus,” kata Mashuri dalam rapat persiapan pada 22 Februari 2019. Usai rapat, ia meninjau lokasi bersama sejumlah pejabat Pemkab Bungo lainnya.
Tender proyek tahap pertama MTQ dibuka sebulan sebelumnya, yakni Januari 2019. Proyeknya diberi nama Pembangunan Bangunan MTQ, dengan dana yang bersumber dari APBD. Dana tahap awal ini terbilang besar, yakni Rp 16,5 miliar, di bawah kendali Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bungo.
Pemenang tender diumumkan pada 12 Maret 2019, yakni PT Bumi Delta Hatten, perusahaan yang tercatat beralamat di Jalan Belibis No 29, Jelutung, Kota Jambi. Walau penawar terendah adalah CV Prakarsa Utama Karya Jaya sebesar Rp 15,7 miliar, kontrak tetap dipegang PT BDH dengan nilai Rp 16,2 miliar.
Masih belum selesai, pada 1 Juli 2020, Dinas PUPR kembali membuka lelang lanjutan dengan anggaran sebesar Rp 9 miliar. Tender kali ini dimenangkan oleh PT Station Energi Indonesia yang mencantumkan alamat di Jalan Kapten Dirham No. 28, Jelutung, Kota Jambi, dengan penawaran Rp 8,8 miliar.
Menariknya, pada 20 Juni 2019, Pemkab pernah mengajukan perubahan kontrak atau dikenal dengan sebutan contract change order (CCO). Melalui CCO, beberapa item pekerjaan bisa ditambah, beberapa lainnya dikurangi. Nah di sinilah kejanggalan muncul.
” Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, terdapat item-item yang telah dihapuskan dari kontrak, namun tetap terpasang di lokasi pembangunan,” tulis BPK dalam laporan auditnya. ” Item-item pekerjaan yang dihapuskan itu senilai Rp 3.275.204.737”.
Di antara item janggal itu adalah pembangunan Gedung Serbaguna dengan nilai Rp 800 juta lebih. Yang cukup mencolok adalah pemasangan lift dan pekerjaan arsitektur Menara Pantau senilai Rp 1,5 miliar serta landscape dan aksesoris senilai Rp 800 juta.
Lainnya, pekerjaan gerbang utama, Tugu Alquran, Tugu Tauhid dan tribun penonton dengan nilai sekitar Rp 100 juta.
” Pekerjaan yang sudah terpasang namun telah dihapus dari kontrak, tidak jelas statusnya,” tulis BPK dalam laporannya. BPK menemukan, sebagian pekerjaaan tersebut tidak termasuk pekerjaan yang sifatnya mendesak, seperti lift dan aksesories di Menara Pantau.
Belum diketahui apa tujuan penghapusan item pekerjaan yang cukup banyak itu sehingga membuat statusnya tidak jelas. LSM LIPPAN DPK kab. Bungo meminta kepada aparat penegak Hukum untuk memeriksa dugaan kongkalikong tersebut.(Abun)