Lampung Timur, KH. Ahmad Hanafiah salah satu Pahlawan asal Dusun 001 Sukadana Desa Sukadana Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur Propinsi Lampung.
Semasa menjabat Wedana Sukadana atau sebelum pergi berjuang melawan Penjajah Belanda di Batu Raja Sumatera Selatan beliau menyempatkan dirinya menuliskan sebuah pesan.
Pesan moral itu dapat dijadikan pedoman dan suri tauladan bagi anak cucunya, seluruh lapisan masyarakat dan para pemimpin atau stakholder di Kabupaten Lampung Timur khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya.
Menurut KMS Tohir Hanafi salah seorang cucunya, terdapat 4 pesan sang kakek saat masih menjabat sebagai Wedana Sukadana era tahun 1946.
“Ada pesan yang dibuat oleh beliau saat masih menjabat sebagai Wedana pada kisaran tahun 1946,” kata Hanafi kepada metrodeadline saat dijumpai dirumahnya belum lama ini sembari menunjukkan sebuah buku yang memuat pesan itu.
Namun, pesan keduanya jadi pertanda bahwa kepergiannya berperang pada Agresi I Belanda di Spancar Batu Raja Palembang Sumatera Selatan tahun 1947 tak mungkin kembali lagi.
Perjuangan KH. Ahmad Hanafiah itu diriwayakan oleh Kartijo (95) Veteran seorang rekan seperjuangan beliau pada agresi I Belanda di Batu Raja.
“Ketemu air apa saja diminum, waktu gelap malam ada (Anggota) yang hilang sepuluh. Karena salah yang jaga didepan itu, ada lima orang (datang) itu ditanya, waktu ditanya nembak,” ungkap Kartijo terbata-bata hingga berlinangan air mata sembari memandangi foto KH. Ahmad Hanafiah dilansir dari video laman Facebook atas nama Eka Okta Susyanti.
Pertempuran tak seimbang, Pasukan Laskar Golok pimpinan KH. Ahmad Hanafiah hanya 300 orang bersenjatakan tombak dan golok. Sedangkan Tentara Belanda dalam jumlah besar dilengkapi persenjataan modern.
“Karena jalan melingkar kita itu sudah terjepit dihajar dari sana-sini, lama-lama ditangkap semua, kita sama pak Kiyai masuk ke kali tapi nggak ada air, rasanya darah sudah habis,” terang Veteran itu.
Berjuang tanpa makan dan hanya makan ubikayu pemberian penduduk. Meski demikian, dimata Kartijo KH. Ahmad Hanafiah adalah pelindung berperang melawan Belanda sebab mereka tak pernah terkena peluru.
“Kita nggak makan, cuma makan singkong, dikejar-kejar terus, kenangan saya, pak Kyai adalah pelindung kami waktu perang Belanda,”
Berhubung beliau tak mempan ditembak, setelah ditangkap tubuhnya dirantai dan diberi batu untuk pemberat kemudian ditenggelamkan di sungai Kemarung.
“Dia ditangkap dibawa ke Batu Raja, terus diikat dimasukkan dikali (sungai) dibanduli batu, ditenggelamkan kali besar. Pisahnya sama pak Kiyai ya itu (sesudah) tenggelam (kaki dan tangan) di rantai,” urainya.
Inilah keempat pesan yang ditulis oleh KH. Ahmad Hanafiah setahun sebelum pergi berjuang :
1. Ketika Agama, Bangsa dan Negara membutuhkan, tinggalkan semua pekerjaan rutinitasmu.
2. Kalau saya pulang berarti amal saya tidak diterima Allah, jika saya tidak pulang ‘Insya Allah Saya Syahid’
3. Bekerja apapun harus didasarkan niat ikhlas dan jujur agar kebenaran terwujud.
4. Pemimpin berani jadi tauladan untuk berkata “Benar dan Jujur’, guna menegakkan kebenaran dan berjuang demi Agama, Bangsa dan Negara.
(Ropian Kunang)