LAMPUNG TIMUR – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak (PPPA) Kabupaten Lampung Timur (Lamtim), Rita Witriati memberikan penjelasan tentang keluhan petugas divisi hukum dan advokasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lampung Timur, Dian Ansori.
Pihak dinas selalu merespon apapun terkait kejadian kekerasan atau pelecehan terhadap anak, karena hal tersebut merupakan tugas kewenangan PPPA Kabupaten Lampung Timur.
“Kami selalu dapet informasi dan tanggap, kami mencoba selalu melakukan pendampingan dan juga kami mengakui ada keterbatasan, baik dari anggaran, birokrasi yang harus sama-sama kita penuhi dan kita ketahui. Namun hal itu bukan berarti mengurangi semangat kami dinas untuk memastikan kabupaten kita sebagai kabupaten layak anak” ujar Rita Witriati baru-baru ini, dikutip dari sumaterapost.co.
Kemudian, masih dikatakan Kadis PPPA Lamtim untuk kendaraan mobil perlindungan (molin) untuk pendampingan telah disiapkan.
“Molin itu emang ada kami tempatkan pada Kabid Perlindungan Anak dan siap jalan, iya pihak P2TP2A mengharapkan setiap pendampingan pakai molin, seperti hari ini kan pendampingan ada 4, maksudnya kami ini kan kedinasan birokrasinya harus jalan, maksud kami dari P2TP2A itu menyampaikan lewat surat resmi bukan melalui WA (WhatsApp).” terangnya.
“Inikan ada 4 pendampingan, memang kami tidak merespon karena kejadian seperti kemarin mereka tim pendampingan sampai ke Jakarta, mereka minta SPT (surat perintah tugas) kami kan tidak bisa mengeluarkan SPT tanpa dasar itu. Setiap kejadian kami juga sudah koordinasi dengan pihak unit PPA, Polres Lampung Timur” jelasnya.
Sejauh ini, Dinas PPPA Lamtim berharap kepada divisi pendampingan dan advokasi P2TP2A Lamtim bisa terus berjalan dan bersinergi serta mengerti dengan segala keterbatasan.
“Sekarang kan sedang kita giatkan desa ramah anak dan itu yang selalu kami harapkan peran serta seluruh masyarakat desa dan P2TP2A,” tukasnya.
Dimana sebelumnya petugas Devisi Hukum dan Advokasi P2TP2A Lamtim, Dian Ansori mengeluhkan bahwa pendampingan anak yang dikeluarkan dengan menggunakan biaya pribadi tanpa kepedulian Dinas terkait.
”P2TP2A adalah lembaga milik pemerintah, yang di fasilitasi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Namun, dari awal bulan Februari 2020 melakukan pendampingan terhadap korban tindak pidana anak, tidak didukung anggaran dan sarana transportasi,” keluh Dian Ansori.
“Kami menggunakan dana pribadi dan kendaraan pribadi, setiap kami mengajukan permohonan ke Dinas, jawabannya tidak ada anggaran, untuk mobil perlindungan perempuan dan anak bantuan kementrian pun tidak diberikan, justru digunakan Dinas untuk kepentingan lain,” ungkap petugas Devisi Hukum dan Advokasi P2TP2A Lamtim.
“Alasan Dinas, jika melakukan pendampingan harus jam kerja, padahal adanya korban tidak memandang waktu kapan saja akan terjadi, pegawai Dinas PPPA pun jika diajak pendampingan harus pukul 08.00 WIB s/d 16.00 wib, jika lewat dari waktu tersebut mereka mengatakan itu adalah jam lembur,” paparnya.