metrodeadline.com – Komisi II DPRD Kota Metro menyebut membludaknya pasien harusnya dapat tertangani oleh RSUD A Yani. Pasalnya, persoalan tersebut merupakan peristiwa yang kerap terjadi setiap awal tahun.
Ketua Komisi II DPRD Metro Fahmi Anwar meminta RSUD A Yani dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Metro dapat memformulasikan cara agar membludaknya pasien tak lagi menjadi persoalan setiap tahun.
”Saya perhatikan kondisi ini terjadi setiap awal tahun, dimulai Desember hingga April. Saya yakin teman-teman di rumah sakit dan Dinas Kesehatan sudah bekerja maksimal, tetapi selalu saja terulang lagi. Artinya harus ada formulasi untuk mengantisipasinya,” terang Fahmi saat pengawasan mewabahnya DBD di RSUD A Yani, Senin (10/02/2020).
Ia juga meminta Dinkes agar terus menyosialisasikan antisipasi dan penanganan virus DBD kepada masyarakat. Agar dapat merubah mindset masyarakat bahwa virus tersebut tidak dapat diobati dengan obat, melainkan perawatan terhadap ketahanan tubuh.
”Setahu saya DBD ini tidak ada obatnya, pasien DBD tetap harus melewati fase-fasenya. Penangananya dengan perawatan agar ketahanan tubuh si pasien meningkat. Nah, tujuan dikuatkan sosialisasi tadi agar masyarakat bisa merubah mindset bahwa penanganan bisa di lakukan di Puskesmas juga, tidak harus ke rumah sakit,” bebernya.
Fahmi menambahkan, sebagai Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD) RSUD A Yani juga diharapkan mampu membuat perencanaan terkait persolan terkait pelayanan. Karena sistem BLUD membolehkan rumah sakit untuk mengambil keputusan terkait penggunaan anggaran di luar perencanaan yang sudah diusulkan kepada pemerintah daerah.
”Komisi II siap mendukung langkah rumah sakit jika itu untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Saya juga berpesan agar rumah sakit tidak anti keritik dan masukan, karena jika sudah bertugas di rumah sakit, sudah menjadi tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada masyarakat,” tegasnya.
Anggota Komisi II DPRD Metro Iin Dwi Astuti menyarankan agar setiap kecamatan di Bumi Sai Wawai memiliki Puskesmas Rawat Inap. Agar pasien DBD bisa terlebih dahulu ditangani Puskesmas, sehingga tidak menumpuk di rumah sakit.
”Hasil kunjungan tadi memang banyak pasien bukan warga Metro, karena kita memang rumah sakit rujukan, tetapi dengan adanya Puskesmas di setiap kecamatan minimal bisa mengurangi pasien. Jadi terkait usulan ini, kami minta rumah sakit bisa berkoodinasi dengan dinas kesehatan,” tambahnya.
Anggota Komisi II DPRD Metro Yulianto menambahkan, masyarakat pun harus memahami bahwa penyebaran virus DBD erat kaitanya dengan Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Karenanya, masyarakat pun harus bisa menerapkan PHBS dikehidupan sehari-hari sebagai bentuk perlawanan penyakit yang disebarkan nyamuk aedes aegypti itu.
”Lebih baik mengantisipasi dari pada mengobati, jadi jangan sampai sudah terjangkit baru ribut fogging. Fogging hanya membunuh nyamuk dewasa, sementara kalau lingkungan kita kotor, jentik nyamuk masih hidup dan akan berubah menjadi nyamuk. Saya yakin pemahaman ini sudah sangat dimengerti masyarakat, tetapi malas untuk menerapkannya,” katanya.
Sementara Wakil Direktur Bidang Pelayanan dr. Fitri Agustina menerangkan, saat ini RSUD A Yani mengalami kejadian luar biasa (KLB) kunjungan pasien demam virus dan DBD. Pihaknya pun sudah mengambil langkah penambahan brankar dan ruangan, namun tetap masih ada pasien yang tidak dapat ditangani.
”Kita sudah menambah ruangan baru, namanya RPGD dengan kapasitas 25 tempat tidur, di IGD juga kita tambah 35 tempat tidur, kita juga titipkan pasien ini di ruangan bedah atas dan bawah, ruangan syaraf, juga ruangan bersalin,” paparnya.
Selain itu pihaknya pun menerapkan sistem shift bagi perawat yang berjaga, hingga memberikan upah lembur, makan siang hingga vitamin bagi perawat. RSUD A Yani juga telah meminta Dinkes agar mengirimkan tambahan perawat untuk membantu.
”Kita minta 16 perawat ke Dinas Kesehatan, semoga bisa meringankan. Kami akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan rumah sakit di Kota Metro agar persoalan ini bisa segera teratasi dan agar tidak terulang kembali, sesuai masukan dari Komisi II tadi. Sehingga tidak ada lagi pasien yang terpaksa tidak mendapat pelayanan seperti ini, karena memang sudah tidak ada ruangan dan brankar lagi,” imbuhnya.
Ia menyebut, secara keseluruhan terjadi peningkatan kunjungan dua kali lipat pada Januari, yaitu 3.554, dimana jumlah kasus DBD positif sebanyak 24 pasien. ”Semoga tidak ada korban jiwa akibat DBD lagi,” harapnya.
Kesempatan yang sama, Kabis Pelayanan Kesehatan (Yankes) Dinkes Metro A. Eko menyebut, sangat diperlukan sinergitas dalam penanganan DBD. Baik rumah sakit pemerintah, swasta, klinik, puskesmas, serta organisasi profesi seperti IDI, IBI, dan BPNI.
”Tidak bisa hanya pemerintah saja yang bergerak, semuanya harus bersinergi. Dan bicara soal KLB, yang menentukan KLB itu Dinas Kesehatan tepatnya itu P2. Kalau kita lihat, jumlah kasus Februari itu 130 orang diduga DBD dan 72 orang positif DBD 73. Di rumah sakit kita memang ada over load, tetapi bukan out break, mungkin itu kiriman dari luar daerah. Tetapi intinya sinergitas, dan setelah ini sinergitas ini akan kami bangun dengan seluruh fasilitas kesehatan di Kota Metro,” ungkapnya.
Terkait sosialisasi, pekan ini Dinkes akan menggelar Gerakan Masyarakat Sehat (Germas). Kesempatan tersebut akan digunakan Dinas Kesehatan untuk kembali mengaktifkan seluruh lini seperti Pokjanal dan kader Posyandu untuk bergerak.
”Kita saat ini punya dua Puskesmas Rawat Inap, di Banjarsari dan Bantul. Dan tahun ini dua puskesmas rawat inap ini bisa diusulkan menjadi rumah sakit tipe d. Tergantung apakah usulannya disetujui pemerintah pusat. Untuk penambahan puskesmas rawat inap, nanti akan kita evaluasi dulu, apakah di luar kejadian ini masyarakat benar-benar membutuhkannya,” pungkasnya. (*)