LAMPUNG TIMUR – Selain terindikasi tanpa izin resmi alias illegal dan tidak melaksanakan kewajiban membayar pajak sebagai pendapatan negara dan pendapatan daerah, Yosep Anton Edi Wijaya pengusaha atau personalia PT. Jaya Pasifik Propertindo (JPP) juga terindikasi melanggar izin lingkungan hidup.
Kini, air sumur masyarakat di Kecamatan Pasir Sakti disinyalir tak lagi layak untuk dikonsumsi seperti sediakala, hal ini terindikasi akibat dampak pengusaha PT.JPP melakukan eksploitasi dan eksplorasi penambangan pasir secara besar-besaran dilingkungan wilayah setempat.
Sehingga, kegiatan eksplorasi dan eksploitasi itu berdampak merusak sumber resapan mata air yang disinyalir disebabkan di sekeliling pemukiman penduduk telah terdapat hamparan lubang galian eks penambangan pasir yang kini tergenang air bagaikan lautan lepas dengan kedalaman lebih kurang 2 meter atau bahkan lebih dari itu.
“Pasir di Pasir Sakti disini sudah habis bisa dikatakan begitu, yang diawali oleh PT. Macindo perusahaan asing dari tahun 1990 membebaskan lahan sekitar 50 hektar. Tapi PT. Macindo itu bagus mengikuti AMDAL, penggalian pakai alat
excavator, dinaikkan ke truck, lalu dicuci pakai mesin cuci, kedalaman galiannya mendingan”. Lanjut Sutrisno staf Pemerintahan Kecamatan Pasir Sakti Rabu,17/07/2019 pukul 15,30 WIB diruang kerjanya.
“Kalau sekarang pakai mesin sedot, jadi seberapapun kedalaman pasir terus saja selagi masih bisa disedot. Kebetulan, saya lahir disini, ada keresahan dan keluh kesah masyarakat. Istilahnya ada kekuatan besar, merupakan kolaborasi perusahaan-perusahaan besar”.
“Musyawarah sudah seringkali dilakukan membicarakan dampak lingkungan kedepan. Pasir ini cepat atau lambat pasti habis, kalau yang jadi alasan, hanya urusan perut, saya dari 1984 dulu belum ada perusahaan tambang bisa cari untuk makan nyatanya hidup. Ada yang bisa buat rumah, beli mobil, beli motor karena ada usaha tambak dan sawah, lama-lama pasir ini bisa habis”. Urainya.
“Dulu sering hampir setiap tahun ada demo, sekarang sudah mulai terasa terutama air bersih, dulu air sumur bisa diminum sebelum ada perusahaan penambangan, sekarang nggak bisa lagi untuk dikonsumsi karena airnya seperti agak berkarat”.
“Coba liat, galian ke arah jalan samping Polsek sekitar 50 meter itu ada bekas tambang galian pasir semua sejauh mata memandang. Kalau himbauan dari Forkopimcam sudah dilakukan, sedangkan untuk tindakan itu harus berdasarkan laporan”.
“Yang saya maksudkan begini, kalau suatu saat nanti kita bingung untuk cari usaha, kenapa nggak dari sekarang kita selamatkan, minimal mau bikin rumah kita ada pekarangan”. Pungkas Sutrisno.
Sebelumnya, di lain pihak Kepala Dinas Pertambangan Propinsi Lampung, Pieterdono meminta agar pengusaha PT. JPP menunjukkan surat izin yang asli sebagai legalitas kegiatan.
“PT. JPP harus tunjukkan dokumen perusahaan yang asli bukannya hanya yang photocopy saja”. Tegas Pieterdono ketika itu Rabu, 3/2/2016 dilansir dari laman harianpilar.com edisi Kamis, 4/2/2016.
“Izin tambang sejak 23 Oktober 2014 dikeluarkan oleh Gubernur Lampung bukan Bupati Lampung Timur, jika Gubernur belum keluarkan izin artinya itu illegal sesuai penjelasan UU, surat edaran kementrian tidak diindahkan, tandatangan Bupati Lampung Timur di scan dan tidak ada rekomendasi izin dari BLH Lampung Timur”. Ungkap Adeham Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Propinsi Lampung.
Dirkrimsus Polda Lampung, Kombes Dicky Patria Negara meminta agar dalam tempo 3 x 24 jam tidak ditindaklanjuti terkait adanya indikasi pemalsuan surat izin maka oknum staf Pemerintah dipecat.
“Semua bukti jelas ada pemalsuan surat-surat bisa ditindak pidana pegawai pemerintah yang terlibat dalam pembuatan izin bodong itu”.
Analisis dampak lingkungan (Environmental impact assessment) atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (di Indonesia, dikenal dengan nama AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia, dikutip dari laman id.m.wikipedia.org.
AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup disini adalah aspek abiotik, biotik dan kultural.
Dasar hukum AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang “Izin Lingkungan Hidup” merupakan pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Amdal, Amdal telah dilaksanakan sejak 1982 di Indonesia.
Fungsi, guna membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan, memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana dan/atau kegiatan,
memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup, memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan, awal dari rekomendasi tentang izin usaha, sebagai Scientific Document dan Legal Document serta Izin Kelayakan Lingkungan.
Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara
Pasal 1 Poin 25 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang selanjutnya disebut AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan.
Pasal 1 Poin 26 Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.
Pasal 1 Poin 27 Kegiatan pascatambang, yang selanjutnya disebut pascatambang, adalah kegiatan terencana, sistematis dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan.
Pasal 12 Pertambangan mineral dan atau batubara berasaskan a. manfaat, keadilan dan keseimbangan, b. keberpihakan kepada kepentingan bangsa, c. partisipatif, transparansi dan akuntabilitas, d. berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Pasal 158 Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 Ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 Ayat (1), Pasal 74 Ayat (1) atau Ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (seluruh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10,000,000,000. (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 159 Pemegang IUP, IPR atau IUPK yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 Ayat(1), Pasal 70 huruf e, Pasal 81 Ayat (1), Pasal 105 Ayat (4), Pasal 110 atau Pasal 111 Ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak 10, 000,000,000.(sepuluh miliar rupiah), Pasal 160, Pasal 161, Pasal 162, Pasal 163, Pasal 164 dan Pasal 165.
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pasal 45
(1) Permohonan perpanjangan lUP Operasi Produksi mineral logam, mineral bukan logam jenis tertentu, atau batubara diajukan kepada Menteri, gubemur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya paling cepat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun dan paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu lUP Operasi Produksi.
(la) Permohonan perpanjangan lUP Operas! Produksi mineral bukan logam atau batuan diajukan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya paling cepat dalam jangka
waktu 2 (dua) tahun dan paling lambat dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu lUP Operas! Produksi.
(2) Permohonan perpanjangan lUP Operas! Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (la) paling sedikit hams dilengkapi;
a. peta dan batas koordinat wilayah;
b. bukti pelunasan iuran tetap dan iuran
produksi 3 (tiga) tahun terakhir;
c. laporan akhir kegiatan operas! produksi;
d. laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan;
e. rencana kerja dan anggaran biaya; dan
f. neraca sumber daya dan cadangan.
(3) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menolak permohonan perpanjangan lUP Operas! Produksi apabila pemegang lUP Operas! Produksi berdasarkan basil
evaluasi, pemegang lUP Operas! Produksi tidak menunjukkan kinerja operas! produksi yang baik.
(4) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disampaikan kepada pemegang lUP Operas! Produksi paling lambat sebelum berakhirnya lUP Operasi Produksi.
Laporan :
– Ropian Kunang,
– Wahyudi dan
– Salbari.