LAMPUNG TIMUR – MW (35) binti Saringat diduga kuat sembunyikan keberadaan MS (41) suaminya untuk syarat mengajukan gugatan cerai ghaib melalui Pengadilan Agama Sukadana. Keberadaan MS diduga disembunyikan oleh MW yang dinyatakannya baik secara lisan maupun tertulis, diantaranya melalui surat keterangan dari Desa yang menyatakan MS hilang tidak diketahui dimana rimbanya. Selain itu, secara lisan, MW memfitnah dengan mengatakan MS suaminya tak pernah memberi nafkah selama setahun.
Kedua fitnah keterangan palsu itu digunakan oleh MW sebagai syarat untuk mengajukan gugatan cerai ghaib ke Pengadilan Agama Sukadana pada, 8 Januari 2019. Sidang putus pada, 8 Mei 2019 sedangkan salinan putusan sidang baru akan diterbitkan pada, 17 Juni 2019 tapi MW sudah nikah siri pada Selasa, 4/6 pukul 16.00 WIB dirumah Sariengat orangtuanya, dinikahkan oknum kiyai dan dihadiri Saringat dan 2 orang saksi.
Selanjutnya, tanpa menunggu salinan putusan terbit dan habisnya masa Iddah, MW nekat nikah siri dengan pria idaman lain (PIL) berinisial, Smd. Sedangkan, perkawinannya dengan MS (41) yang sudah ada itu menjadi halangan yang sah akan kawin lagi, sedangkan ia tahu dulu pernah kawin dan perkawinannya ini masih belum dilepaskan.
Begitu juga dengan Smd warga Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur yang berstatus masih mempunyai 2 orang istri sah atau belum diputus bernama Erna dan Catru Wulandari dan 2 orang anak dari istri keduanya. Smd menikahi MW diduga tanpa izin dari kedua istrinya tersebut atau izin poligami dari Pengadilan Agama Sukadana.
Perkawinan (nikah) itu menjadi lepas karena mati, karena seseorang meninggalkannya selama 10 tahun dan diikuti dengan perkawinan salah seorang itu dengan orang lain, karena ada ponis perceraian oleh hakim dan karena perceraian biasa.
MW diduga dengan sengaja menyembunyikan kepada Smd bahwa ada MS suaminya menjadi halangan yang sah baginya untuk kawin itu, kalau kawin itu dibatalkan atas dasar halangan tersebut.
Untuk dapat dihukum harus dibuktikan bahwa orang itu kawin (nikah), bahwa ada halangan yang syah (menurut hukum) untuk kawin itu, bahwa ia sengaja sembunyikan halangan itu kepada pihak yang lain.
MW diduga dengan sengaja menyembunyikan keberadaan MS suaminya yang dianggapnya sudah hilang dan tanpa memberi mafkah selama satu tahun. Sedangkan keberadaan MS suaminya diketahui sedang bekerja di Tanggerang dan masih memberikan nafkah sesuai dengan kemampuan.
Menurut Ibrahim Nafis seorang pensiunan yang telah malang melintang menjabat Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) di Kecamatan Purbolinggo, Way Jepara dan Kecamatan Sukadana, bahwa perbuatan MW dapat dijerat hukum karena menikah sirih sedangkan suaminya tidak mengetahui apabila istrinya telah mengajukan gugatan cerai ghaib.
“Peristiwa seperti ini sudah seringkali terjadi waktu saya masih tugas, orang yang nikah, penghulu yang menikahkan dan saksi itu bisa dijerat hukum, bisa dikenakan Pasal 279 dan kalau penghulunya kena Pasal 436, pernikahan siri itu bisa dibatalkan oleh KUA”. Kata Ibrahim Kamis, 13/6 pukul 17.00 di kediamannya.
Berdasarkan penelusuran kami, istilah suami ghaib itu muncul terkait gugatan cerai ghaib, dimana istri yang mengajukan gugatan cerai, namun suami tidak diketahui keberadaannya (suami ghaib). Sebaliknya, istilah istri ghaib itu muncul terkait cerai talak ghaib, dimana suami yang mengajukan cerai talak, namun istri tidak diketahui keberadaannya (istri ghaib, dikutip dari ulasan lengkap Tri Jaya Ayu Pramesti,SH Konsultan Hukum Keluarga dan Waris berjudul, “Arti Gugatan Cerai Ghaib” edisi Jumat, 23 September 2016 dilaman www.hukumonline.com.
Seperti yang dijelaskan dalam laman Pengadilan Agama Malang Kelas 1A, Gugatan Cerai Ghoib adalah gugatan yang diajukan kepada Pengadilan Agama oleh seorang istri untuk menggugat cerai suaminya, di mana sampai dengan diajukannya gugatan tersebut, alamat maupun keberadaan suaminya tidak jelas (tidak diketahui).
Sementara dalam laman Pengadilan Agama Malang Kelas 1A yang berbeda dijelaskan bahwa Permohonan Cerai Talak Ghoib adalah Permohonan Cerai Talak di mana istri tidak diketahui dengan jelas alamat dan keberadaannya, baik di dalam maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, suami ghaib yang Anda tanyakan itu merupakan istilah yang muncul dalam perkara gugatan cerai ghaib dimana suami (yang digugat cerai istrinya) tidak diketahui keberadaannya.
Tergugat yang Tidak Diketahui Keberadaannya
Karena ini merupakan perkara gugatan cerai antara suami istri yang beragama Islam, maka kami merujuk pada Pasal 73 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU Peradilan Agama”):
(1) Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.
(2) Dalam hal penggugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan yang Harrah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
(3) Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Jadi, gugatan perceraian yang diajukan oleh istri pada dasarnya dilakukan di tempat kediaman penggugat. Hal ini bertujuan untuk melindungi pihak istri.[1]
Sejalan dengan apa yang diatur dalam UU Peradilan Agama, Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) juga mengatur bahwa gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama, yang daerah hukum nya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman tanpa izin suami.[2]
Jadi, pada dasarnya dimanapun keberadaan tergugat atau tergugat tidak diketahui keberadaannya, UU Peradilan Agama dan KHI telah mengatur bahwa gugatan cerai diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat (istri).
Untuk menegaskan, mengenai gugatan kepada suami ghaib (tidak diketahui keberadaannya) diatur juga dalam Pasal 20 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan(“PP 9/1975”):
Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat.
Proses selanjutnya adalah pemeriksaan gugatan perceraian. Setiap kali diadakan sidang Pengadilan Agama yang memeriksa gugatan perceraian, baik penggugat maupun tergugat, atau kuasa mereka akan dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut.[3]Panggilan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan. Apabila yang bersangkutan tidak dapat dijumpai, panggilan disampaikan melalui lurah atau yang sederajat.[4]
Dalam Pasal 139 KHI dijelaskan bahwa jika tempat kediaman tergugat (suami) tidak jelas atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, panggilan dilakukan dengan cara menempelkan gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan Agama dan mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat kabar atau mass media lain yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama. Dalam hal sudah dilakukan panggilan dan tergugat atau kuasanya tetap tidak hadir, gugatan diterima tanpa hadirnya tergugat, kecuali apabila gugatan itu tanpa hak dan tidak beralasan. Pengaturan dalam KHI ini serupa dengan yang diatur dalam Pasal 27 PP 9/1975.
Jadi, apabila pengadilan telah memanggil suami ghaib (Tergugat) itu dengan cara menempelkan gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan Agama dan mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat kabar atau media massa lain dan tergugat tidak juga hadir, maka gugatan cerai yang diajukan oleh istri itu diterima tanpa hadirnya tergugat. Ini dinamakan dengan verstek.
Hal serupa juga diinformasikan dalam lamanDirektorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung RI yang menginformasikan soal sidang perkara ghaib yang diputus verstek.
Sebagai informasi, putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir atau tidak juga mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap meskipun ia sudah dipanggil dengan patut. Apabila tergugat tidak mengajukan upaya verzet (perlawanan) terhadap putusan verstek itu, maka putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini dapat Anda simak dalam artikel Sidang Perceraian Tanpa Dihadiri Pihak Suami.
Syarat Cerai Gugat Ghaib
Dalam hal suami ghaib, maka ada persyaratan yang wajib dipenuhi oleh istri (Penggugat) yang mengajukan gugatan cerai. Masih bersumber dari laman Pengadilan Agama Malang Kelas 1A, persyaratan yang wajib dipenuhi yaitu:
1. Alamat lengkap Penggugat saat ini (RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota). Apabila tempat tinggal Penggugat saat ini sudah tidak sesuai dengan alamat yang tertera di KTP, maka harus disertakan juga Surat Keterangan Domisili dari kelurahan tempat tinggal Penggugat sekarang.
2. Karena alamat Tergugat sudah tidak diketahui lagi, baik di dalam maupun di luar wilayah Republik Indonesia, maka harus disertakan juga Surat Keterangan telah ditinggal oleh suami selama ….. tahun dari Kelurahan (minta pengantar terlebih dahulu ke RT/ RW) /Surat Keterangan Ghaib dari kelurahan).
3. Foto Copy KTP Penggugat (2 lembar).
4. Foto Copy Buku Nikah (2 lembar).
5. Buku Nikah Asli.
6. Surat Gugatan (rangkap 4). Surat gugatan harus jelas dan disertai dengan alasan yang jelas dan terperinci.
7. Membayar Panjar Biaya Perkara.
Keterangan :
Persyaratan ini merupakan persyaratan awal, untuk selanjutnya mengikuti petunjuk dan perintah dari majelis hakim di dalam persidangan.
Menurut Ibrahim Nafis seorang pensiunan yang telah malang melintang menjabat Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) di Kecamatan Purbolinggo, Way Jepara dan Kecamatan Sukadana, bahwa perbuatan MW dapat dijerat hukum karena menikah sirih sedangkan suaminya tidak mengetahui apabila istrinya telah mengajukan gugatan cerai ghaib.
Kitab Undang – Undang Hukum Pidana BAB III Kecamatan Terhadap Kedudukan Warga Pasal 279 Ayat (2) Kalau orang yang bersalah karena melakukan perbuatan yang diterangkan di 1a, menyembunyikan kepada pihak yang lain, bahwa perkawinannya yang sudah ada itu menjadi halangan yang sah akan kawin lagi, dihukum penjara selama – lamanya 7 tahun.
Sebelumnya, telah diberitakan oleh metrodeadline.com pada 13 Juni 2019 dengan judul, “Cerai Ghaib Diduga Tak Penuhi Syarat Berikan Keterangan Palsu”.
Dilaporkan oleh : Ropian Kunang