LAMPUNG TIMUR – Hasil investigasi metrodeadline.com dan Tim Investigasi Jaringan Pemberantasan Korupsi Koordinator Daerah Kabupaten Lampung Timur, ditemukan dugaan penipuan dan penggelapan sehingga berakibat merugikan belasan masyarakat dengan nilai sangat fantastis.
Belasan masyarakat yang dirugikan tersebut merupakan warga Desa Tanjung Qencono dan Desa Tambah Subur Kecamatan Way Bungur serta sekitarnya.
Selain itu, juga ditemukan pemalsuan dokumen negara berupa Sertifikat Cacat Hukum yang diduga dilakukan oleh Nicky Heriyanto sang mafia tanah. Nicky diduga berkonspirasi dengan Samsul Arifin Kepala Desa Tanjung Qencono Kecamatan Way Bungur. Keduanya bersekongkol membuat surat pernyataan ganti rugi garapan sebagai petunjuk penerbitan Sertifikat.
Surat Pernyataan Ganti Rugi Garapan itu disinyalir tidak sah sebab masyarakat merasa tidak mengetahui apabila surat itu mereka yang menandatangani.
“Kami tidak pernah tandatangan surat pernyataan ganti rugi garapan.” Kata Suyadi warga Desa Tanjung Qencono korban penipuan dan penggelapan saat dimintai keterangan belum lama ini oleh metrodeadline.com.
Ungkapan senada, juga diutarakan oleh Sunarmi tim makelar Sauji, CS, Sunarmi adalah ujung tombak utama Samsul untuk melakukan sosialisasi dan melobi masyarakat pemilik kurang lebih 66 bidang tanah agar bersedia menjual tanah mereka untuk lokasi industri CV. Agri Starch Cabang Lampung Timur.
“Jangankan masyarakat, saya saja tidak pernah lihat masyarakat tandatangan surat pernyataan ganti rugi garapan. Yang ditandatangani cuma surat keterangan tua – dua kampung (sporadik) di 5 lembar kertas.” Jelas Sunarmi yang dibenarkan oleh Muhammad Akin yang juga ujung tombak tim makelar Nicky Heriyanto yang menjadi korban penipuan dan penggelapan.
Terlepas daripada itu, terjadi indikasi pemalsuan atas pembuatan surat pernyataan ganti rugi garapan, surat itu dibuat pada tanggal, 27 September 2017 tetapi dipalsukan menjadi tanggal, 27 September 2016.
Ketika menandatangani surat pernyataan ganti rugi garapan dan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (Sporadik), masyarakat masih sebatas menerima uang muka Rp.2 juta sampai Rp. 10 juta karena belum dibayar lunas.
Penyerobotan tanah register atau tanah negara yang diduga dilakukan oleh Nicky Heryanto sekitar tahun 2009/2010 di Kecamatan Gunung Terang Kabupaten Tulang Bawang. Praktek itu disinyalir kembali diulangi oleh Nicky di Desa Tanjung Qencono Kecamatan Way Bungur. Nicky diduga berkonspirasi dengan Samsul Arifin Kepala Desa Tanjung Qencono menyerobot daerah sempadan sungai Batanghari kurang lebih 11 bidang dengan luas 7,5 hektar.
Daerah sempadan sungai Batanghari sesuai ketentuan peraturan perundang undangan berjarak 100 meter, tapi diduga diserobot kurang lebih 50 meter,
setelah diajukan pengukuran oleh Nicky dan Samsul kemudian dilanjutkan hinggga terbit Sertifikat.
Alibi Samsul Arifin Kepala Desa Tanjung Qencono, Daerah Sempadan Sungai Batanghari telah diperjualbelikan sekitar era tahun 1997 ketika Kepala Desa Tanjung Qencono dijabat pendahulunya.
“Tanah itu memang sudah dijual sejak Kepala Desa yang dulu.” Kelit Samsul Arifin Kepala Desa Tanjung Qencono buang badan, Rabu, 20/3 diruang kerjanya disela – sela kunjungan tim penilaian lomba Desa.
Menurut Samsul, pemotongan uang pembayaran tanah yang dilakukannya dengan Mareo Korompis, karena ukuran luas tanah dikurangi untuk ruas badan jalan CV. Agri Starch.
“Karena tanahnya dikurangi untuk badan jalan.” Kelit Samsul.
Pemotongan uang pembayaran tanah masyarakat diakui oleh Mareo Korompis karena kontur tanah miring.
“Tanahnya itu sebagian perengan.” Dalih Mareo yang disampaikan pada, 25/3 kepada metrodeadline.com.
Hinggga berita ini diturunkan, pihak terkait tidak memberikan konfirmasi, terkait indikasi pemalsuan surat pernyataan ganti rugi garapan sekaligus waktu pembuatannya hingga terbit
Sertifikat Asli Tapi Palsu (Aspal). Baik Nicky Heryanto, Mareo Korompis, Samsul Arifin Kepala Desa Tanjung Qencono dan Iwan Yuliansyah Kasi Penataan Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Timur.
Sertipikat Hak Atas Tanah dikatakan Cacat hukum administrasi apabila melanggar ketentuan Pasal 107 Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pengawas Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Pengelolaan. Dikatakan cacat kepemilikan apabila Sertipikat yang diterbitkan tersebut didasarkan kepada alas hak / bukti kepemilikan yang tidak sah, seperti dikutip oleh metrodeadline.com dari laman repository.usu.ac.id berjudul, Prosedur Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah.
Cacat kepemilikan ini terjadi apabila bukti-bukti / alas hak peralihan tanah tersebut diperoleh dengan cara
melawan hukum. Adapun bentuk -bentuk Sertipikat Cacat Hukum, salah satu diantaranya adalah Sertifikat Asli Tapi Palsu (Sertifikat Aspal).
Sertipikat Asli Tapi Palsu, Sertipikat Asli tetapi Palsu, yaitu Sertipikat secara formal diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten / Kotamadya setempat. Tetapi surat-surat bukti
kepemilikan ataupun surat-surat lain yang dipergunakan sebagai dasar petunjuk untuk pembuatan dan penerbitan Sertipikat tersebut palsu.
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 28 / PRT / M / 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai menyatakan bahwa tanah di Daerah Sempadan Sungai tidak dapat diajukan permohonan Sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten / Kota.
Kepala Desa dilarang merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain, melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang dan atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya, menyalahgunakan wewenang, melanggar sumpah janji jabatan.
Sehingga tindakan Samsul Arifin Kepala Desa Tanjung Qencono disinyalir melanggar bunyi Pasal 10 huruf e, f, g dan h Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 14 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa seperti tersebut diatas. Pasal 9 huruf b Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa Kepala Desa dapat diberhentikan sementara oleh Bupati / Wali Kota karena melanggar larangan sebagai Kepala Desa. (Rop/Tim)