LAMPUNG TIMUR – Pembebasan tanah lokasi industri CV. Agri Starc menyisakan permasalahan ditengah kehidupan sosialisasi masyarakat. Baik masyarakat warga Desa Tanjung Qencono dan Desa Tambah Subur Kecamatan Way Bungur dan sekitarnya.
Jangankan patner dan masyarakat, Samsul Arifin Kepala Desa Tanjung Qencano juga diduga menipu Elvi istrinya.
Pasalnya, uang Rp. 100 juta dari hasil penjualan 2 bidang tanahnya telah dibayar penuh oleh Direktur CV. Agri Starch diduga digelapkan oleh Samsul.
“Untuk lahan dia udah beres semua bahkan minta tambah, katanya uang 100 juta jangan bilang – bilang kalau ditanya ibu (Elvi istri Samsul), of the record ini, jangan bilang – bilang ke Samsul,”ungkap Maero Korompis Jumat, 29/3 terindikasi bersekongkol dengan Samsul berprilaku tidak jujur kepada Elvi istrinya dan patner maupun masyarakat.
Selain itu, Mareo Korompis anak Nicky Heryanto penerima kuasa dari Beni Wijaya Direktur CV. Agri Starch juga mengklarifikasi persoalan pembebasan tanah. Baik terhadap tim makelar maupun warga Desa Tanjung Qencono dan Desa Tambah Subur Kecamatan Way Bungur.
“Point – poin yang disangkakan ke pihak perusahaan waktu itu sama sekali tidak benar. Ini 1 per 1 guwa rinci supaya juga tau semuanya ada 6 point.” Tegas Mareo Sabtu, 13/4.
“Janji Samsul kasih 50 juta perorang ke rombongan Akin dan kawan – kawan, ini urusan Samsul, bukan perusahaan dan sudah guwa kasih tau Samsul, dia bilang tidak pernah janji.” Jelas Mareo meniru kata Samsul.
“Kembalikan uang 1 juta masing – masing pemilik tanah awal, urusan Samsul, uang sudah sama Samsul. Kata dia untuk biaya pembuatan surat – surat dari desa serta akomodasi.” Urainya.
“Selesaikan kekurangan bayaran ke 16 orang, pembayaran sudah selesai semua pada saat selesai tanda tangan AJB bersamaan. Tidak ada 1 pun yang belum lunas dan pemilik awal tidak pernah ada complain ataupun protes.” Jelasnya.
“Mengenai pembayaran yang sudah kami jelaskan pada saat pembayaran, termasuk dengan potongan 1 juta untuk surat – surat desa. Pembayaran sesuai dengan ukuran dan sesuai kontur tanah, (contohnya tanah perengan dan kepala lebung tidak sama dengan tanah daratan yang rata),” paparnya.
“Alasan Samsul, pembayaran tanah dipotong karena ukuran luas tanah dikurangi untuk akses ruas badan jalan. Alasan Mareo karena kontur tanah miring dan sumber mata air. Diawal mulanya tidak dibicarakan apabila kontur tanah miring dan kepala sumber mata air tidak dibayar,” ujarnya.
“Tapi yang dibingungkan kenapa sekarang ini menjadi masalah padahal sudah sekian lama. Pembayaran hampir 1 tahun, parahnya sampe naik ke media (terindikasi ada yang memprovokasi).” Ketuanya.
“Selesaikan uang 100 juta ke Sunarmi, uang apa yang 100 juta ? Apakah tanggung jawab dari perusahaan apabila pemilik awal membeli tanah lebih mahal dari tanah miliknya yang dibeli perusaan? Tidak masuk dalam akal sehat, kalopun perusahaan mau membantu apakah nominalnya ditentukan oleh yang meminta bantuan,”ucapnya.
“Selesaikan Nazar pak Nicky ke Akin 1 ekor sapi, pemberian nazar itu setau saya harus diberikan dengan ikhlas dan tidak perlu ditagih. Itu sudah dilakukan oleh pak Nicky dengan cara memberikan uang tunai 10 juta untuk akin yang maksudnya untuk digunakan Akin membeli sapi.” Alasannya.
“Penuhi janji pak Nicky ke Narmi mengenai mobil inova baru + ONH, yang bersangkutan tidak pernah berjanji seperti itu kepada Narmi. Yang bersangkutan hanya janji akan sama – sama mengajak bekerja mengenai singkong saat pabrik sdh beroperasional nantinya.” Pungkas Mareo Korompis.
Menyikapi klarifikasi Samsul Arifin dan Nicky Heryanto serta Mareo Korompis tersebut, maka Muhammad Akin, Sauji, Sunarni, Sri Hidatun dan Jumani mengungkapkan apa yang mereka lihat, rasakan dan mereka alami sebagai korban penipuan.
“Nicky bilang gitu waktu saya tanya uang fe, apakah uang fe akan diperoleh dengan cara persentase atau perhektar, lalu Nicky nanya saya mau minta dibelikan mobil merek apa bu, nanti didaftarkan haji, kalau sudah selesai kita sama – sama, nggak mungkin hasilnya saya makan sendiri.” Kata Sunarmi menirukan Nicky dibenarkan oleh Sri, Sauji dan Jumani serta Akin pada, 29 – 31 Maret 2019 di kediaman metrodealine.com di Sukadana.
“Itu sebagai balas jasa bu Narmi yang susah payah kerja siang malam ngurusin tanah, Nicky berjanji sekitar bulan November 2017 disaksikan oleh Muhammad Akin, Sri Hidatun, Riyadi, Ihyak dan Marliana.”
“Samsul pernah janji sekitar bulan Desember 2017 tidak mau tandatangan berkas surat menyurat tanah, apabila NIcky tidak tanggung jawab uang fe. Bulan Januari 2018 Samsul bilang, mau ribut atau mau uang, kalau mau uang nanti saya mintakan 50 juta satu orang lewat pak Arif waktu Akin ribut sama Mareo.” Kata Akin dan Sri Hidatun serta Sunarmi.
“Nicky sosialisasi ke masyarakat lewat saya sama Narmi, untuk biaya mengurus surat menyurat ditanggung oleh perusahaan selaku pembeli bukan penjual.” Kata Akin.
“Bagi masyarakat yang punya nomor rekening Bank, pembayaran tanah ditransfer, tapi bagi yang nggak punya rekening, numpang rekening tetangganya. Sesudah dicairkan Samsul yang menyerahkan uang ke masyarakat sama Mareo, sedangkan salinan AJB tidak diberikan kepada masyarakat.” Kata tim makelar maupun masyarakat.
“Karena masyarakat merasa dirugikan maka mencuat sebab uang pembayaran tanah tidak sesuai dengan ukuran luas tanah hak masyarakat.”
“cara perusahaan memperoleh lahan, selain dilakukan pembebasan, juga diganti rugi atau dengan cara tukar menukar tanah. Jangan berkelit meskipun harga tanah yang ditukar lebih mahal karena itu hak masyarakat yang harus dipenuhi.”
“Uang 10 juta dari Nicky itu untuk biaya operasional sejak mulai bekerja bulan Agustus 2017 sampai beres urusan di Desa Tanjung Qencono, mobil yang di pake mobil saya dan mobil bu Sri bukan untuk beli sapi.” Tegas Akin.
Terindikasi terjadi perampasan hak atas tanah 7500 meter persegi diatasnya terdapat 600 tanaman karet produktif hanya dibayar tanahnya seharga Rp.300 juta sedangkan karetnya tidak, setelah di sekeliling di pagar tembok setinggi 2 meter bertujuan tidak memberi akses jalan terhadap Sugiyono.
Alibi Samsul Arifin melakukan pemotongan atas uang pembayaran tanah, karena ukuran luas tanah dikurangi untuk akses ruas badan jalan, sedangkan alibi Mareo Korompis, karena kontur tanah miring. Sementara masyarakat merasa dirugikan dengan nilai kurang lebih Rp. 1 milyaran.
Pembebasan tanah di Desa Tanjung Qencono terindikasi menuai persoalan, mulai dari pemotongan uang untuk biaya pembuatan AJB, area sempadan sungai diperjualbelikan, melanggar RTRW dan RDTR serta Peta Zonasi.
Pasal 28D ayat 1 Undang – Undang Dasar Tahun 1945 berbunyi: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Namun, dalam praktik, amanat Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 diatas belum dilaksanakan sebagaimana mestinya, dikutip dari beritasatu.com. (Rop)