Kejari Metro Sebut Kasus Proyek Flyingfox Ditangani Polres

METRODEADLINE.COM – Kejaksaan Negri (Kejari) Metro menyebut proyek pembangunan flyingfox Sumbersari Bantul Metro Selatan Kota Metro Provinsi Lampung, yang diduga catat hukum mulai dari proses hibah tanah, tender, dan pembangunan tidak selesai hingga putus kontrak antara pemerintah dan pihak ketiga saat ini tengah ditangani Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Reserse dan Kriminal Polres Metro.

Hal tersebut diungkapkan Kasi Intelejen Kejaksaan Negeri Metro Guntoro Jajang Saptoedie, SH, digedung Kejari Metro, Selasa (12/3/2019).

“Ya waktu itu rencananya akan kita tindaklanjuti berdasarkan laporan pengaduan, namun sebelum kita membuat surat berita acara pemeriksaan ternyata kasus tersebut terlebih dahulu dibidik Kanit Tipikor Reserse dan Kriminal Polres Metro, agar tidak terjadi tumpang tindih, kita putuskan mundur biar polres yang nangani kasus itu,”kata Guntoro mewakili Kepala Kejaksaan Negeri Metro Ivan Jaka.

Menggapi hal tersebut, Kasat Reserse dan Kriminal Polres Metro AKP Gigih Andri Putranto, SH,. S.Ik mengaku tidak mengetahui adanya berkas masuk laporan pengaduan (Lapdu) tentang kasus pembangunan proyek Flyingfox Sumbersari Kota Metro.

“Saya baru dengar hari ini dari (wartawan Red) bahwa Kota Metro ada pembangunan Flyingfox Sumbersari dengan menelan APBD mencapai Rp 2 miliar lebih Tahun Angaran 2017-2018 yang diduga bermasalah. Ya nanti coba saya komunikasikan ke Kanit Tipikor untuk membuka kembali berkas tersebut kalau memang ada. Maklum ya, saya masih baru tugas di Polres Metro. Secepatnya nanti akan kita kabari lebih lanjut, soal kasus itu,”singkatnya, diruang kerjanya, Kamis (14/3/2019).

Sementara itu dikonfirmasi atas tindaklanjut temuan hasil hearing dengan Dinas Pemuda Olaharag dan Pariwisata Kota Metro, Ketua Komisi II DPRD Kota Metro Tondi meyarakan agar konfirmasi kepada Ridwan yang juga anggota Komisi II.

“Coba nanti dikomunikasikan ke pak Ridwan ya, beliau yang intensif dalam hal menyorot proyek pembangunan flyingfox Sumbersari Kota Metro itu, beliau lebih paham,”katanya.

Berita Terkait

Pemerintah Kota (Pemkot) Metro melalui Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kota Metro sebagai KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) nampaknya harus segera membenahi serta bertanggungjawab mengelola uang rakyat untuk pembangunan proyek flyaingfox Sumbersari Kota Metro, dengan menelan anggaran lebih dari Rp 2 miliar bersumber dari APBD TA.2017 dan 2018.

Pantauan awak media, Selasa 12 Maret 2019 sore. Kondisi bangunan dilihat secara fisik kasat mata sangat miris, dan terkesan mubazir alias mangkrak. Betapa tidak besi pipa sisa bangunan terlihat berserakan di areal pembangunan. Peralatan flyingfox seperti tali utama dan tali pengaman masih terbentang sepanjang rute, bahkan sisa gulungan tali utama masih berserakan dilokasi.

Sementara melihat tiang utama seperti rangka dinding masih terlihat bata merah. Bahkan kayu sisa cor bangunan, besi matrial masih dalam kondisi mengangga kelihatan. Sejumlah waga sekitar juga menyayangkan mangkraknya pembangunan Flyingfox Sumbersari Bantul.

“Saya sebagai warga meyayangkan pembangunan itu bisa tidak selesai sampai finishing. Akibatnya sekarang menjadi tempat anak-anak SMA-SMP dan SD naik-naik ke atas foto-foto, padahal itu sangat membahayakan tidak ada yang jaga. Kalau ada anak-anak yang naik kesana saya marahin, tapi ya namanya anak tetap nekat meskipun membahayakan,” ujar Siti pemilik warung sebrang jalan depan pembangunan proyek fyingfox, Selasa (12/3/2019).

Sementara tidak selesaian pembangunan proyek flyingfox juga menyita perhatian masyarakat. Masyarakt juga menduga dalam proses hibah tanah, proses tender lelang hingga pembangunan tidak rampung menunjukan bahwa proyek itu memang bermasalah. Padahal sebelumnya Pemkot Metro melalui Dinas terkait mengajukan pengawalan TP4D Kejari Metro namun tidak terealisasi, nah dari sini mungkin APH (Aparat Penegak Hukum) sudah menciuam aroma KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).

Pada saat itu Kejaksaan Negeri (Kejari) Metro juga berjanji akan menindaklanjuti kasus tersebut. Namun hingga maret 2019 kasus tersebut seperti hilang ditelang angin.

Sempat Meminta Pendampingan TP4D Kejari Metro

Diberitakan sebelumnya, Ketua TP4D Kejaksaan Negeri (Kejari) Metro Guntoro Jajang S. SH,. MH berjanji akan segera memanggil Dinas Pemuda Olaharaga, dan Pariwisata (Disporapar) Kota Metro, untuk mengklarifikasi terkait permasalahan pembangunan proyek flayingfox Sumbersari Bantul Tahun Anggaran 2018.

“Saya duga dan meraba-raba banyak kejanggalan dalam proses tender hingga pelaksanaan pembangunan. Makanya kegiatan tender sampai molor dan proses pembangunan sampai tidak selesai. Yang pasti, Disporapar akan kita panggil untuk klarifikasi terkait persoalan ini,”ungkap Guntoro  di gedung Kejari Metro, Senin (7/1/2019).

Pria yang juga menjabat Kasi Intel Kejaksaan Negeri Metro mengakui bahwa TP4D sempat mendapat surat permohonan dari Disporapar terkait permintaan pendampingan kegiaatan pembangunan proyek flyingfox Sumbersari Bantul.

“Jadi pada saat itu surat sudah diterima dan TP4D membuat surat balasan, agar dilakukan ekspos terkait perencanaan hingga masterplan. Namun sampai sekarang, hingga pembangunan berjalan sampai tidak selesai, tak kunjung ada klarifikasi soal permohonan awal mereka (Disporapar Red). Kita akan usut tuntas proyek ini, semoga tidak ada indikasi menyimpang yang memang sengaja dilakukan dalam kegiatan proyek miliaran ini,”pungkasnya.

Hearing, Komisi II Temukan 4 Kejanggalan Proyek Flyingfox

Diberitakan sebelumnya, Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) akhirnya memenuhi janjinya untuk menggelar hearing pembahasan sejumlah proyek yang ada di tubuh Dinas Pemuda dan Olahraga (Disporapar) Kota Metro TA. 2018. Hearing berlangsung di gedung DPRD setempat, Jumat (18/1/2019).

Pantauan awak media hearing terlihat alot yang dipimpin langsung Ketua Komisi II DPRD Kota Metro Tondi dan sejumlah anggota. Sedangkan dari pihak eksekutif terlihat hadir Kadis Pemuda Olahraga Pariwisata Ir. Yeri Ehwan, Kabid Pemuda Kusbani, dan 2 PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) pembangunan proyek Flyingfox senilai Rp 2 milyar, dan pembangunan sarana prasarana Samber Park senilai Rp 1,6 milyar.

Ketua Komisi II DPRD Kota Metro Tondi menyatakan bahwa selain tugas pengawasan, hearing ini ruang dengar pendapat dan  menindaklanjuti hasil evaluasi pekerjaan fisik yang ada di Disporapar.

“Ya pertama adalah soal keberadaan Stadion Tejosari, kita minta agar (Disporapar Red) mengusulkan bantuaan ke pusat untuk membangun Sport Center, dan yang kedua tentang masalah pengelolaan lapangan Samber Park, selain memperindah wajah Kota Metro. Kita minta agar bisa dimanfatkan masyarakat Kota Metro. Jangan sampai niatnya bagus, pelaksanaanya lumayan, hasil akhirnya tidak memuaskan. Artinya harus ditinjau dari segi pemanfaatanya dan pemelihan Samber Park,”sindirnya.

Politisi dari Partai Golkar ini kembali menyarankan agar Disporapar dapat berkordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang lain. Supaya pemanfaatnya sesuai dan cita-cita tujuanya membangun Samber Park terpenuhi.

Tak hanya itu, diwaktu bersamaan saat hearing juga membahas masalah pemanfaatan aset lahan di Dam Raman Purwosari.

“Info terupdate lahan aset pemerintah di bantaran kali raman, sebagian lahan digunakan warga. Walaupun secara administrasi pemkot belum mengizinkan, niatnya bagus,kita mendukung. Tetapi semua itu ada aturan harus terpenuhi, ini masalah aset dan ada aturan main prosedur,”jelasnya.

1.    Putus Kontrak

Selain itu, tambah Tondi terkait masalah proyek flyingfox dari pengakuan Disporapar telah putus kontrak (PK) dengan Cv. Mulyosari Mandiri.

2.    Perpanjangan Kontrak & Denda

“Jadi kita apresiasi langkah Disporapar telah melakukan Putus Kontrak, karna memang pada batas kontrak yang sudah ditentukan ternyata tidak selesai. Kemudian sudah diberi perpanjangan dengan denda yang sesuai ada di kontrak itu dilaksanakan, tapi juga memang belum juga diselesaikan,”ungkap Tondi yang disaksikan sejumlah Anggota Komisi II.

3.    Tidak Singkron Perencanaaan & Pelaksanaan

“ Ya maka itu diputus kontrak, kenapa di PK ? Ternyata ada ketidak singkonan dimasalah perencanan dan pelaksanaannya. Ada satu bagian, atau dua seksi lintasan 0-200 meter, dan 0-700 meter. Untuk 0-200 meter sudah clear, bahkan tadi katanya sudah bisa uji coba.

Jadi yang belum selesai ini adalah lintasan 0-700 meter, karna menurut keterangan (Disporapar Red) terletak permasalahan pemasanga conektor sling. Ketika conektor sling dipasang ketinggian-nya tidak memenuhi persyaratan. Seharusnya 6 meter, ini yang dibangun cuma 3 meter. Makanya itu tetap tidak bisa dilaksanakan, supaya itu bisa terpasang memerlukan waktu, karna ada beberapa bagian yang harus dirubah. Kalaupun itu tidak di PK juga gak bakal selesai juga. Makanya di PK dan akan dilanjutkan  TA. 2019.

4.    Luas Hibah Tanah Sertifikat Belum Jelas

“Memang kita sorot, dari segi perencanaan. Kenapa kok tidak selesai. Ya berarti perencanaanya tidak matang, ngapain direncanakan tapi tidak dilaksanakan sampai selesai tepat waktu. Jadi ada apa sebenarnya. Kita juga menanyakan berapa luas tanah yang dihibakan ke Pemkot ? Apakah ada 1 hektar dan masalah sertifikat bagaimana apa sudah clear,”ujar Anggota Komisi II DPRD Kota Metro Alizar.

Sementra itu, Kepala Dinas Pemuda Olaharag Pariwisata (Disporapar) Kota Metro Ir.Yerri Ehwan membenarkan hal tersebut. Ia mengaku benar kegiatan pembangunan proyek flyingfox telah PK, kelanjutnya DPRD minta untuk dievaluasi.

 “Ya mulai dari aspek keamananan, kenyamanan, dan asepek-aspek teknis lain. Untuk memastikan wahana tersebut terjamin keselamatanya, intinya seperti itu,”jelasnya.

Terkait denda PK itu, kata Yeri memang benar sesuai jadwal harusnya selesai 20 Desember 2018, tapi dari pihak rekanan mengajuakan perpanjangan kontrak untuk mengejar target selesai 100 persen sampai 26 Desember 2018.

“Kita beri perpanjangan waktu 6 hari, tapi kita kenakan denda sesuai Perpres No.16 Tahun 2018 Tentang Barang dan Jasa. Posisinya harus dikenakan denda, kita beri perpanjangan waktu tapi dikenakan denda, itupun juga tidak selesai hasil perhitungan mencapai 90 persen,”pungkasnya. 

Berita Terkait

Kepala Kejaksaaan Negeri Metro Ivan Jaka, SH membenarkan adanya surat permohonan dari Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata (Disporapar) Kota Metro. Terkait, Tim Pengawal Pengaman Pemerintah dan Pembangunan (TP4D) untuk pendampingan proyek pembangunan Flying Fox di lokasi Destinasi Wisata Sumbersari Bantul, Kecamatan Metro Selatan.

“Untuk berkas secara tertulis memang belum masuk kemeja saya, baru dapat informasi secara lisan dari ketua TP4D Kejari Metro. Pokoknya berkas tersebut akan kita tela-ah dulu sebelum kita setujui,”ungkap Kajari Metro Ivan, Kamis (27/9/2018).

Lebih lanjut, kata Ivan pihaknya akan mengedepankan tindakan pencegahan dalam menekan angka tindak pidana korupsi di wilayah Kota Metro.

“2018 ini, TP4D baru menyetujui pendampingan 2 OPD (Organisasi Perangkat Daerah. Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang pembangunan proyek MCC ( Metro Convention Center) Rp 26,1 Milar bersumber dari APBD TA. 2018, dan Dinas Kesehatan Kota Metro proyek pembanguan Puskesmas Iringmulyo Rp 1,4 Miliar dan Pembangunan Rumah Tenaga Medis di Tejoagung Rp 212 juta keduanya bersumber dari APBD Kota Metro TA.2018,”jelasnya.

Sementara, timpal Ivan pihaknya tidak akan menyetujui pengawal sebelum adanya ekspos master plan terbuka dari berbagai unsur yang terlibat didalamnya. Baik PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), dan Kontraktor, serta rincian matrial apa saja yang akan digunakan.

“Kita harus selektif untuk meminimalisir terjadinya Mark Up tindak pidana korupsi yang bisa menjerat pihak terkait didalamnya. Saya akan tela-Ah dulu, setelah itu baru mereka akan kita undang untuk ekspos terbuka. Hasil ekspos nanti menjadi bahan dasar acuhan kita menyetujui atau tidak,”ujarnya.

Ia menambahakan TP4D dari kejaksaan diharapkan dapat menjadi salah satu langkah efektif dalam pencegahan terjadinya kelalaian dalam penggunaan uang negara, yang dapat berdampak pada timbulnya kasus tindak pidana korupsi.

“Selama kurun waktu 2016-2017, paling tidak 13 proyek pemerintah telah kita kawal dengan nominal 30 miliar rupiah. Bahkan kita juga telah menyelamatkan uang Negara mencapai puluhan miliar. Jadi untuk meminimalisir kerugian keuangan negara menjadi unsur utama pihak kejaksaan dalam setiap penanganan kasus tindak pidana korupsi,”pungkasnya.

Pengamat Safety Procedur Ragukan Matrial Flyingfox

Pengamat Safety Procedure Hendy Dwi Putra meragukan material Flyingfox Kota Metro. Dia menilai material yang terpasang di Flyingfox yang dibangun oleh pemerintah Kota Metro melalui Dinas Pemuda Oahraga dan Pariwisata (Disporapar) senilai lebih kurang Rp2 Miliar tersebut masih belum memenuhi standar.

Saat melihat langsung Flyingfox tersebut, dia meragukan material yang sudah tepasang di arena Flyingfox seputaran bukit perkemahan Sumbersari, Metro Selatan itu.

Menurutnya ada material yang masih belum memenuhi standar, diantaranya Wire Rope (kawat Flyingfox, red) pada rentang 700 meter, bahan pagar yang digunakan, dan perencanaan lantai yang kurang baik.

“Kalau yang bentang 200 meter dilihat dari ukurannya itu sudah sesuai dari jenis kawatnya juga sudah sesuai 7X19 IWRC dengan diameter 12mm. Tapi yang untuk bentangan 700 meter ini diameternya kurang besar, paling tidak yang ukuran 16mm untuk yang panjang 700 meter, ini hanya 12 mm,” kata Hendi saat dikonfirmasi awak media, Rabu (23/1/2019).

Untuk yang rentang 200 meter menurutnya sudah standar. “Kalau yang ini (200 meter, red) sudah standar, ukurannya 12 mm, jenis kawat juga sudah standar cara penyambungan kawat, klemnya juga sudah standar,” katanya.

Di samping itu material pagar dan lantai yang menurutnya tidak standar karena dinilai bisa menimbulkan keraguan dari calon pengguna wahana tersebut dikarenakan tidak kokoh dan goyang.

“Di sini yang kita pertanyakan justru di pagar pengaman, pagar pengaman ini galvanis yang sangat tipis, ini harusnya yang tebal, kemudian perencanaan kontruksi lantai, karena ini permainan yang tingkat tinggi resikonya, supaya yang menggunakan benar benar yakin, bahwa ini adalah aman, ini sebetulnya gak boleh terjadi ini kan mantul (saat diinjak, red) walaupun dari besi yang tebal ini kan mantul ini, dengan orang menginjak lantai mantul begini orang sudah gemetar duluan, karena kurang kerangka, harusnya ditambah lagi kerangka jangan terlalu lebar sehingga kerangka ini betul betul kokoh,” tegas Hendi.

Di samping itu dia juga meragukan tenaga pendamping yang akan dipekerjakan di Flyingfox tersebut. Menurut dia tenaga pendamping harus ahli di bidangnya dan bukan asal comot.

“Petugas petugas yang disiapkan di sini pun harus terlatih, bagaimana dia memeriksa peralatan yang terpasang, seperti hardness, bangunan, carabiner screwnya juga apakah sudah terkunci, nanti juga harus dilakukan pelatihan pelatihan sehingga pendampingnya nanti betul-betul memiliki pengetahuan, bukan asal comot,” tegasnya.

Dia juga mengingatkan, sebelum melakukan Grand Launching harus dilakukan lebih dulu uji kelayakan, apakah seluruh peralatannya sudah terpenuhi sesuai standar.

“Kemudian nanti jika dilakukan grand opening semestinya dilakukan uji kelayakan apakah seluruh peralatan ini sudah terpenuhi standarisasi yang tujuannya untuk safety procedure karena ini sudah menyangkut masalah nyawa,” tandasnya.

Dia juga menilai, untuk progres pengerjaan Flyingfox tersebut barulah mencapai 60% belum mencapai 90%.

“Kalau melihat dari progres pengerjaan ini masih sekitar 60%, ini (kawat Flyingfox, red) baru terpasang, parkir kendaraan baru perataan, kemudian tower yang di sana (finis, red) jalurnya, apakah ini panjangnya 700 meter kemudian kita buktikan bersama masyarakat Kota Metro,”pungkasnya.

Berita Terkait

Polemik pemebebasan lahan rencana proyek pembangunan Flying Fox di lokasi Destinasi Wisata Sumbersari Bantul , Kecamatan  Metro Selatan terus menuai pro dan kontra. Bahkan isu dugaan tender lelang di situs lpse.metrokota.go.id di menangkan oleh Cv. Mulyosari Mandiri sudah dikondisikan dan ada kaitanya dengan oknum ASN di Dinas Pemudan Olaharaga dan Pariwisata (Disporapar) Kota Metro.

Penelusuran wartawan, beberapa pekan terakhir sedikit kesulitan menemui Kepala LPSE Kota Metro Rahman untuk mengklarifikasi kebenaran isu tersebut, tentang nama perusahaan pemenang tender proyek dengan pagu anggaran senilai Rp 2 miliar bersumber dari APBD 2018. Pasalnya, isu tersebut menyudutkan dan apakah benar ada kaitanya dengan Kusbani ASN yang saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang Pemuda di Disporapar Kota Metro.

Kusbani mengaku terkait permasalahan pembebasan lahan rencana proyek Flying Fox, dirinya sempat dipriksa oleh penyidik Polres Metro dan Kejaksaan Negeri Metro.

“Iya saya dilaporkan oleh wartawan pa LSM gitu, katanya saya mendapat uang hibah Rp3 miliar dari Pemkot Metro untuk pembebasan lahan rencana proyek  Flying Fox. Jadi itu fitnah tidak benar, saya tantang balik untuk pembuktiaan, saya ajak dia kelokasi.  Jadi pada akhirnya tidak terbukti kan. Saya mau lapor balik masih manusiawilah kasian dia sama keluarganya, lain kali kalau mau buat berita dan melaporkan hati-hati,”katanya, Sabtu (22/9/2018).

Sementara disinggung soal kepemilikan Cv. Mulyosari Mandiri atas pemenang tender proyek Flying Fox. Apakah punya pribadi dan kelompok dia seperti yang diiusukan. Kusbani menegaskan bahwa dirinya tidak ada kaitanya soal Cv. pememang tersebut.

“Maaf  itu bukan Cv.  saya. Jadi jangan sangkut-sangkutkan soal pembebasan lahan dan proyek. Kalau soal pembebasan lahan memang benar itu saya beli dari uang pribadi kurang lebih Rp 450 juta, yang kita hibahkan ke Pemkot untuk perluasan lokasi pembangunan proyek flying Fox. Ya termasuk pembelian tanah untuk pelebaran akses jalan di lokasi tersebut,”jelasnya.

Kabid Kepemudaan Disporapar Kota Metro ini kembali menegaskan bahwa Cv. Mulyosari Mandiri bukanlah miliknya atau kelompok perusahaannya.

“Saya kasih tahu ya, perusahaan diantaranya. Cv. Big Star, Cv. Puma, dan Cv. Tour. Jadi Cv. saya tidak pernah ikut lelang atau mengerjakan proyek Pemkot Metro, bisa di cek satu-satu,”pungkasnya.

BPN Metro 

Diberitakan sebelumnya, Proses hibah tanah dari warga ke Pemerintah Kota (Pemkot) Metro untuk rencana pembangunan proyek Flyingfox di Sumbersari Bantul, Kecamatan  Metro Selatan terganjal anggaran, sehingga proses hibah belum clear. Pasalnya hingga saat ini Pemkot Metro baru memegang akte jual beli dari si penghibah.

 Disisilain, Kantor Pertanahan Kota Metro juga menyebut bahwa Pemkot Metro belum menyerahkan berkas permohonan pembuatan akte jual tanah (PPAT), untuk tahap pengurusan alih status sertifikat milik aseet pemkot.

 “Kita belum menerima PPAT dari Pemkot soal lahan yang rencanaannya akan dibanggung proyek flyingfox itu, bahkan kemungkinan besar adanya status alih fungsi lahan dari persawaahan menjadi pembangunan asset Pemkot Metro,”ungkap Kepala Kantor Pertanahan Kota Metro, Sismanto, A. Ptnh,.Ms.i melalui Kasi Pengadaan Tanah  Truedy Aritonang, SE, Senin (27/8/2018).

 Menurut Truedy, belum lama ini pihaknya baru menerima PPAT dari pemkot soal tanah bengkok yang belum bersertifikat, yakni di Jalan SLB Kelurahan Sumbersari Bantul seluas 1.900 meter persegi, dan Jalan Cendrawasi Kelurahan Sumbersari Bantul seluas 900 meter persegi.

 “Kedua lokasi tanah bengkok itu benar sudah diajukan ke BPN untuk disertifikatkan, dan itu juga masih daalam proses. Bahkan tim pengukuran juga sudah turun, kalau yang rencana lahan  untuk pembangunan proyek flyingfox belum ada,”jelasnya.

 Sementara itu, Pemkot Metro melalui Badan Pengelolaan Keuangan Asset Daerah (BPKAD) Kota Metro mengakui adanya pemberian hibah dari masyarakat untuk pengembangan lokasi destinasi wisaata flyingfox dikawasan Sumbersari Bantul.

 “Jadi secara aturan Permendagri No.19 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, bawasanya masyarakat itu bisa memberikan hibah kepada Pemerintah baik pemerinah pusat, provinsi mapun pemerintah daerah, dan sudah sah secara aturan dibenarkan,”ujar Kepala BPKAD Kota Metro Supriyadi, SH,. MH.

 Dalam hal ini, kata dia Pemkot Metro telah menerima hibah seluas 169 meter persegi dari warga untuk lokasi pembangunan proyek flyingfox.

 “Jadi saat ini Pemkot belum punya sertifikat. Baru sertifikat akte jual beli dari si penghibah.  Kita masih menunggu anggaran di perubahan turun, untuk pegurusan biaya ke BPN hibah dari warga ke asset milik daerah. Terkait pengguna barang masih kita kelola di BPKAD, sebelum adanya SK penetapan Kepala Daerah menentukan siapa pengguna barang. Itu nanti setelah sertifikat turun dari BPN,”tegasnya.

 Sebagai penegas, Supriyadi juga menyakini tidak akan ada masalah dalam proses pembangunan proyek flyingfox nanti, meskipun  proses hibah masih berjalan. “Saya berani pastikan, karna kita berjalan sudah sesuai aturan dan prosedur. Proses pembangunan akan segera berjalan, dan proses hibah bisa menyusul,”kilahnya.

DPRD KOTA METRO

Anggota Komisi II DPRD Kota Metro Ridwan Sorry Maun Ali menyatakan bahwa Pemkot Metro sudah menghabiskan anggaran banyak untuk pengembangan kawasan destinasi wisata Sumbersari Bantul.

 “ Jangan sampai uang rakyat mubazir, gara-gara perencanaan tidak matang. Ide-ide yang dibuat eksekutif  harus bisa dipertanggjawabkan dengan harapan mampu mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD). Itu uang rakyat, jadi sayang kalau proyek dibuaat hanya untuk menegeruk keuantungan kelompok,”sindirnya.

 Politisi dari Partai Gerindra ini kembali menegaskan bahwa kalau Kawasan Bumi Perkemahan Sumbersari Bantul terus dan menerus dibiayai oleh APBD sepanjang 10 tahun kedepan tidak lah cukup. Tanpa adanya pengelolaan serta perencanaan yang matang serta adanya ikut campur tangan dari investor pihak ketiga.

 “Saya berani pastikan, kalau perencanan ide destinasi wisata di Sumbersari tidak memenuhi unsur beda dari wisata yang lain. Ada atau tidaknya penambahan fasilitas penunjang seperti flyingfox dan All Terrain Vehicle (ATV) yang saat ini juga masih terganjal Perda,  ya begitu begitu saja tidak akan berkembang pesat,”pungkasnya.

Anggota Komisi II DPRD Kota Metro Alizar Jinggo menyoroti adanya dugaan proyek flying fox di kawasan wisata Sumbersari Bantul Metro Selatan mencapai Rp 2 miliar TA 2018, yang tidak dilakukan proses lelang secara terbuka melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Metro.

“Iya tadi sudah saya cek di lpse.metrokota.go.id tidak tertera lelang proyek tersebut. Bila ini benar, artinya SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) sudah melanggar Perpres No. 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah,”ungkap Jinggo, Senin (23/7/2018).

Jika SKPD tidak melakukan lelang melalui LPSE kata Jinggo, maka itu dianggap ilegal, karena dalam Perpres tersebut dijelaskan bahwa pengecualian terhadap lelang LPSE hanya berlaku terhadap proyek Pengadaan Langsung, Penunjukkan Langsung (PL), Kontes, Sayembara dan Swakelola.

“Ya, sesuai Perpres No.16 Tahun 2018  itu diwajibkan kepada seluruh SKPD melakukan lelang melalui LPSE. Tetapi khusus untuk proyek yang nilainya diatas Rp200 juta. Dan itu harus memenuhi beberapa kategori juga. Tidak asal melakukan PL atau Swakelola juga. Harus dilihat dan ditinjau dari apsek hukumnya, layak atau tidak proyek itu PL dan dilakukan lelang manual, kalau tidak layak maka itu berbenturan dengan Perpres tadi,” pungkasnya.

Sementara itu, dilansir dari sejumlah situs berita online Pembangunan flying fox di kawasan wisata Sumber Sari, Bantul, Metro akan direalisasikan tahun ini. Saat ini, Pemerintah Kota Metro tengah menggelar lelang proyek flying fox yang akan menjadi terpanjang kedua di Asia Tenggara tersebut. 

Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kota Metro Yeri Ehwan mengatakan, flying fox itu nantinya terdiri dari dua lintasan. Masing-masing lintasan sepanjang 700 meter dan 300 meter. 

“Iya sudah masuk lelang. Jadi tahun ini dibangun. Paling panjang itu kurang lebih 700 meter untuk yang bernyali tinggi. Karena flying fox terpanjang di Indonesia saat ini ada di Gunung Kidul, yakni sekitar 625 meter,” beber Yeri, Jumat, 20 Juli 2018.

Yeri menjelaska, flying fox tersebut akan membentang melintasi area Bumi Perkemahan Sumber Sari, Bantul. Dari atas, pengunjung bisa menikmati pemandangan sawah bertingkat yang ada di sekitar lokasi.

“Tiang pancang utama itu ada di pintu masuk Buper. Sedangkan tiang satunya ada di ujung Buper. Ini kan pembangunannya bertahap. Pada ABT 2017 itu sudah dianggarkan untuk tiang pancang. Nah, tahun ini untuk pembangunannya. Untuk pembangunan flying fox tersebut, Pemkot Metro menganggarkan dana sebesar Rp 2 miliar,”tandasnya.

Pembelian lahan persawahan di sekitar Bumi Perkemahan di Kelurahan Sumbersari Bantul, Kecamatan Metro Selatan yang rencanaanya akan dibangun proyek Flaying Fox oleh Pemerintah Kota Metro dikabarkan bermasalah.

Berdasarkan informasi yang berhasil di himpun awak media. Sejumlah masyarakat menilai, ada permaianan dan pembodohan terhadap pemilik sawah  pada saat negosiasi jual beli. Sehingga tanah tersebut di jual murah dan masyarakat di iming-imingi janji, bila Buper menjadi destinasi wisata keluarga masyarakat sekitar akan mendapatkan dampak positif terutama perekonomian masyarakat Sumbersari berkembang pesat.

Warga sekitar mengaku lahan tersebut di beli oleh kolongmerat OKB (Orang Kaya Baru) yang saat ini juga menjabat sebagai ASN di Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kota Metro.

Anehnya lagi, lahan tersebut malah di hibahkan ke Pemkot Metro yang saat ini tengah di rancang akan di bangung proyek Flaying Fox. “Ada beberapa pemilik sawah yang menolak, akhirnya tidak jadi di beli. Awalnya masyarakat tidak mengetahui kalau akan di bangun proyek Flaying Fox,” kesalnya.

Dikonfirmasi awak media, Lurah Sumbersari M. Rafiuddin membenarkan adanya jual beli lahan persawaan beberapa bulan lalu. Dirinya juga mengaku pada saat itu diundang untuk menghadiri rapat rembuk bersama pemilik tanah dan pamong beserta pembeli di salah satu rumah warga.

“ Soal berapa luas lahan dan harganya, saya tidak mengetahui. Pada saat itu, kita hanya meminta kepada masyarakat untuk mendukung program Pemkot Metro. Dan tentunya untuk memperluas lahan dan akan membangun Flaying Fox sebagai wahana permaianan Destinasi Wisata Buper Sumbersari Bantul,”singkatnya, Jumat (5/1/2018).

Sementara itu, Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kota Metro Ir. Yerri Ehwan terang-terangang mengaku saat di konfirmasi awak media. Bawasannya dirinya tidak mengetahui siapa pemilik lahan yang menghibahkan ke Pemkot Metro.

 “Iya saya tidak tahu, bahkan saya juga tidak mengetahui berapa luas lahan tersebut. Gak penting, yang penting saat ini sudah di hibahkan dan masih dalam proses antara bidang asset dan pertanahan. Kalau saya punya uang, saya juga mau beli,”cetusnya.

Sementara dilokasi juga sudah terlihat galian yang akan menjadi titik bangunan menara utama Flaying Fox. Sedikitnya ada beberapa matrial besi sudah terlihat dilokasi yang diketahui sudah di anggrakan menggunakan APBD Perubahan 2017 lalu.

“Untuk proyek Flaying Fox, ya akan dilanjutkan di 2018 ini. Kita belum bisa bicara banyak soal luas lahan, hanya yang kita programkan kemarin bentangan Flaying Fox nya itu sepanjang 700 meter. Pagu anggarannya sudah di RAP sekitar Rp2 Miliar, tapi itu pagu maksimal dan nanti akan di hitung kembali. Berapa kebutuhan realnya, ya semoga bisa terealisasi,”pungkasnya. (*)

Info : Dirilis Dari Sejumlah Sumber

Penulis/ Foto : Freddy Kurniawan Sandi

You might also like

error: Content is protected !!