Sejarah Desa Sukadana dan RIBL-SSBL Kencana Lepus Lampung Timur

Metrodeadline.com – Sejarah berdirinya Desa Sukadana dan Rumah Informasi Budaya Lampung Sanggar Seni dan Budaya Lampung (RIBL SSBL) Sukadana Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur bermula dari seorang bernama Minak Punya Bumi bin Minak Krio Penegeng di Kampung Buyut Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah.

Minak Punya Bumi beserta keluarganya naik transportasi sungai berupa perahu menyusuri sungai Way Seputih dan membuat permukiman dipinggir sungai yang diberi nama Kampung Kertosono.

Minak Punya Bumi memiliki 4 orang anak yaitu 3 orang anak lelaki bernama Minak Rio Ujung, Minak Maring Bumi, Minak Rio Kudu Islam dan 1 orang anak perempuan bernama Iten Miyanei.

Setelah orangtua mereka wafat, karena ulah gangguan dari bajak laut, maka mereka naik perahu menyusuri sungai Way Seputih sampailah di persimpangan sungai Way Pegadungan Sukadana hingga sekarang.

Lalu, mereka menyusuri sungai Way Pegadungan tersebut tujuan mencari tanah yang letaknya dianggap strategis untuk dijadikan lahan sebagai lokasi bermukim.

Akhirnya, mereka menemukan sebuah lokasi dengan kontur dataran tinggi (tebing ghatcak), ditempat itulah mereka berhenti dan membabat hutan untuk dijadikan tempat tinggal.

Pada malam harinya, berdoa untuk memohon petunjuk ilham dari Allah SWT sang pencipta alam, apakah mereka diizinkan membuat permukiman atau perkampungan di tempat itu.

Tibalah saatnya ditengah-tengah malam, mendengar sayup-sayup suara Sukodiano …, Sukodiano …, Sukodiano … akhirnya suara itu ditafsirkan yang berarti Suka.

Sukodiano diartikan bahwa tempat itu diperbolehkan atau diizinkan untuk dijadikan tempat permukiman sebuah perkampungan.

Keesokannya, mereka meneruskan kerja bakti bergotong royong membabat atau menebang tebas hutan belantara semak belukar guna membuat syarat-syarat berdirinya sebuah kampung.

Seperti halnya membangun Kumbung untuk dijadikan pelabuhan tempat penambatan perahu, Kuwayan untuk dijadikan tempat pemandian pria maupun wanita dibuat terpisah.

Jalan, Surung Bubu atau cabang empat atau perempatan, Lapangan Sessat, Rumah Adat, Masjid dan berikut pembagian wilayah (bilik) Kampung yang antara lain terbagi menjadi Bilik Ghabo, Bilik Tengah, Bilik Libo dan lain sebagainya.

Setelah syarat-syarat untuk sebuah lahan dijadikan lokasi Kampung terpenuhi, maka mereka mengundang tokoh-tokoh Kampung disekitar sungai Way Seputih dan sungai Way Pengubuan.

Yang antara lain adalah Kampung Buyut, Serbayo, Terbanggi dan Kampung Mataram untuk menghadiri upacara adat peresmian Kampung (ngebaten anek) yang diberi nama Sukodiano pada sekitar tahun 1650 Masehi silam.

Atas mufakat dan atau kesepakatan bersama, maka Minak Rio Kudu Islam menjadi Pimpinan Kampung dengan Pepadun (Singgasana) ditengah-tengah rumah adat (pemegat).

“Saya ini cuma tau tentang Minak Rio Kudu Islam, kalau yang lain tidak saya bahas karena saya tidak mengerti, tadinya rumah kami disana menghadap sungai karena belum ada jalan raya,” tutur Hajah Uzunuhir kepada metrodeadline pada Sabtu, 23 Januari 2021 jam 08.30 WIB di RIBL SSBL Kencana Lepus bersama Andi Miswanto.

“Bertahun-tahun, lama-lama datang juga penduduk dari Terbanggi dan Kota Bumi beranak pinak disini, rumah (budaya) ini dibuat tahun 1820 dijadikan rumah informasi budaya dan sanggar seni budaya Kecana Lepus,” kata istri almarhum A.,M., Basyari Adeg Sutan Kencana.

Keberadaan RIBL SSBL Kencana Lepus Sukadana Lampung Timur telah diteliti oleh Tim Peneliti dari Unila tahun 2000 dan dari Australia.

“Bahkan sudah dilakukan penelitian oleh Profesor Ansori Jasual, Ahmad Rijani dan Saparudin dari Unila serta Profesor Margaren dari Australia, Profesor Margaren hanya bawa data ini karena sudah dilakukan penelitian oleh pihak Unila,” terangnya.

Beliau mengharapkan Junaidi Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Lampung Timur berkunjung ke tempatnya, mengingat semasa Sudarsono Kadisbudpar Lamtim merealisasikan gedung SSBL Kencana Lepus.

“Ajak dulu (Kadispar Lamtim) kesini beliau itu, tapi kasih kabar dulu baru saya siap, dulu pak Sudarsono bikin bangunan sanggar, lengkap disini ada kolam ikan, taman, saya memang hobi urusan wisata-wisata,” harapnya.

Sayangnya, usulan rehabilitasi RIBL belum sampai ke Bupati Kabupaten Lampung Timur, sedangkan Badah Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Banten telah merealisasikan pembangunan pagar sumber dana APBN.

“Saya lagi usulkan rehab tapi belum tembus ke pak Bupati, yang bikin pagar ini Badan Pelestarian Cagar Budaya Banten dananya dari Pariwisata pusat, keterlaluan Lampung Timur ini,” keluh istri almarhum tokoh adat Marga Unyi Sukadana tersebut.

Selama dirinya dipindahkan untuk mengelola RIBL SSBL Sukadana Kabupaten Lampung Timur tidak diberi petugas penjaga.

“Saya dipindahkan kesini tapi nggak dikasih penjaga, kalau dari (BPCB) Banten dulu dikasih penjaga satu, digaji dari sana tiap bulan, sudah berapa tahun ini nggak ada, saya yang nyapu, yang ngupah segala macam,” urainya.

Sementara pihaknya, telah mengharumkan nama berbagai pihak terkait dalam berbagai kegiatan hingga level nasional.

“Saya menolong mereka (mengikuti) even even, menang, festival way kambas, festival krakatau, ulang tahun sampai pawai budaya di Jakarta dari Monas ke SBY berangkat sama pak Mawardi Bandar Lampung 60 orang dari sanggar saya,” tegas pensiunan guru bidang studi sejarah bergelar adat Sutan Leppus itu.

Ia mendukung Gunung Tamiang dikembangkan menjadi Objek Wisata Puncak Tamiang Lampung Timur biar ramai pengunjung karena memiliki potensi wisata alam.

“Kalau (Gunung Tamiang) mau dibuat (objek wisata) nggak apa-apa biar ramai, kita ada puncak Gunung juga, disini wisata budaya, disana wisata alam, nanti turis-turis bawa juga kesini,” tutup pecinta seni dan budaya serta wisata itu.
(Ropian Kunang)

Sumber :
– Hajah Uzunuhir, S.,Pd. Ketua RIBL SSBL Kencana Lepus Sukadana Lampung Timur.
– Hasil Penelitian Tim Peneliti Unila Tahun 2000.

You might also like

error: Content is protected !!