Surat Persetujuan Masyarakat Terdampak Lingkungan Diduga Dimanipulasi

 

LAMPUNG TIMUR – Hasil investigasi metrodeadline.com dan Jaringan Pemberantasan Korupsi (JPK) Koordinator Daerah (Korda) Kabupaten Lampung Timur menemukan surat izin lingkungan masyarakat warga Dusun 5 Tanjung Kencana Desa Tanjung Qencono Kecamatan Way Bungur diduga kuat dimanipulasi oleh Samsul Arifin Kepala Desa setempat.

Dalam penerbitan surat izin lingkungan, Kepala Desa Tanjung Qencono, Samsul Arifin semestinya berwenang sebatas mengetahui bukan menyetujui. Untuk meminta persetujuan masyarakat, seharusnya diadakan kegiatan sosialisasi yang melibatkan pihak terkait sesuai ketentuan peraturan perundang undangan berlaku.

Setuju ataukah tidak masyarakat atas rencana kegiatan pembangunan industri tepung tapioka pihak CV. Agri Starch, apa saja nilai positif dan negatif serta dampak yang akan terjadi dan apa komitmen serta tanggungjawab pihak perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitarnya setelah usaha didirikan.

“Dalam pendelegasian, wewenang Kepala Desa Tanjung Qencono hanya mengetahui bukan menyetujui. Kenapa hanya 7 orang dari 100 an orang warga Dusun 5 yang terdampak dimintai persetujuan.” Tegas Mirwan.

Selebihnya, masyarakat yang dimintai persetujuan adalah warga yang berasal dari Dusun 1 – 4 yang tidak terkena dampak bahkan mayoritas aparatur perangkat Pemerintahan Desa setempat.

“Ternyata, bukan hanya masyarakat saja yang dimintai persetujuan izin lingkungan, ada juga puluhan oknum aparatur perangkat Pemerintahan Desa setempat dimintai persetujuan sesuai dalam lampiran, yang notabene orang dekatnya Kepala Desa setempat.” Jelas Sekretaris JPK Korda Lamtim.

Sebelumnya, Beni Wijaya Direktur CV. Agri Starch Kota Surabaya Jawa Timur mengajukan surat permohonan persetujuan izin lingkungan dari masyarakat warga Desa Tanjung Qencono tertanggal, 29 Oktober 2018. Surat Izin lingkungan tersebut untuk melengkapi syarat administrasi kepengurusan administrasi lainya menjelang pembangunan industri tepung tapioka.

Samsul Arifin perintahkan Jamjuri Kepala Dusun 5 Tanjung agar mendatangi masyarakatnya dari pintu ke pintu minta tandatangan persetujuan. Tapi masyarakat di Dusun 5 hanya 7 KK dari 100 KK yang diduga dimintai persetujuan.

Setelah terindikasi terjadi protes yang disampaikan oleh sejumlah masyarakat, baru kemudian masyarakat di Dusun 5 Tanjung Kencana dikumpulkan, namun sebagian masyarakat tetap saja tidak hadir disinyalir tidak menyetujui alias menolak.

Sesuai lampiran lampiran surat persetujuan, terdapat sekitar 78 orang masyarakat warga Desa Tanjung Qencono yang menandatangani surat persetujuan izin lingkungan, sekitar 20 orang merupakan oknum aparatur perangkat Desa Tanjung Qecono.

Dilain pihak, terdapat sebagian besar masyarakat terindikasi menolak persetujuan izin lingkungan untuk rencana pembangunan industri tepung tapioka CV. Agri Starch. Kedepan, selain disinyalir akan terjadi dampak polusi udara yang dialami oleh masyarakat, juga akan menurunkan penghasilan masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan disepanjang sungai Batanghari Kecamatan Way Bungur.

“Wajar saja masyarakat menolak sebab mereka yang terkena dampak kenapa tidak dimintai persetujuan, tapi hanya segelintir orang saja, setelah masyarakat protes baru dikumpulkan untuk dimintai tandatangan persetujuan.” Terangnya.

Sadari Sandiyo Putro tokoh masyarakat sekaligus mantan Kepala Desa Tanjung Qencono kembali mempertanyakan uang pembayaran tanahnya yang tidak dibayar penuh oleh Kepala Desa Tanjung Qencono, Samsul Arifin, sehingga, Sadari merasa tertipu dan dirugikan.

“Kapan bayar tanahku sunglon, itu bukan tanah Samsul tapi tanahku, jadi kalao udah bayar sama Samsul, suruh ngasihkan pul punyaku, sampaikan sama Samsul.” Kata Sadari Sandiyo Putro tokoh masyarakat sekaligus mantan Kepala Desa Tanjung Qencono Minggu, 2/6 pukul 18.57 WIB yang merasa tertipu kembali mempertanyakan pembayaran tanahnya yang belum dibayar lunas oleh perusahaan yang diduga digelapkan Samsul Arifin Kepala Desa setempat via layanan pesan singkat short message service (SMS).

Sepengetahuan Muhammad Akin ketika dirinya menjadi anggota tim pembebasan tanah pihak Nicky Heryanto, harga jual beli tanah di Desa Tanjung Qencono diduga tidak transparan sebab bukti salinan akta jual beli (AJB) tidak diberikan ke masyarakat sebagai penjual.

“tanah (karet, ubi kayu dan lainnya) dijual Rp. 500 juta perhektar, sawah dijual Rp. 600 juta perhektar dan rawa dijual Rp. 400 juta perhektar oleh Nicky ke pihak CV. Agri Starch. Sementara, harga belinya bervariasi, tanah perkebunan dibeli Rp. 400 juta perhektar dan rawa Rp. 60 juta perhektar. Yang tau cuma aku, pak Nicky sama Riyadi, buktinya, salinan AJB nggak ada yang dikasih ke masyarakat penjual, mau dirubah pasti ketahuan.” Kata Akin kepada Sadari Senin, 27/5 pukul 19.30 WIB melalui sambungan handphone.

Hingga berita ini diturunkan, Nicky Heryanto dan Mareo Korompis serta Samsul Arifin Kepala Desa Tanjung Qencono tidak memberikan jawaban atas konfirmasi dan klarifikasi yang disampaikan.

Manipulasi adalah sebuah proses rekayasa dengan melakukan penambahan, pensembunyian, penghilangan atau pengkaburan terhadap bagian atau keseluruhan sebuah realitas, kenyataan, fakta-fakta ataupun sejarah yang dilakukan berdasarkan sistem perancangan sebuah tata sistem nilai, manipulasi adalah bagian penting dari tindakan penanamkan gagasan, sikap, sistem berpikir, perilaku dan kepercayaan tertentu, dikutip dari www.id.m.wikipedia.org. (Rop/TI-JPK)

You might also like

error: Content is protected !!