Ketua Umum PPP, Romahurmuziy, harus menerima kenyataan pahit usai ditetapkan sebagai tersangka kasus pengisian jabatan di Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur.
Romy -demikian ia disapa- diduga ikut mengatur seleksi jabatan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik yang berlangsung pada akhir 2018.
Dari campur tangan Romy itu, akhirnya Muhammad Muafaq Wirahadi bisa menjabat sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik dan Haris sebagai Kakanwil Kemenag Jatim. Namun sebagai imbalannya, Haris dan Muafaq diduga memberikan suap Rp 300 juta ke Romy.
Apabila ditelusuri, Romy yang notabene anggota Komisi XI DPR tidak memiliki kewenangan apapun dalam pengisian jabatan itu. Sebab ruang lingkup Komisi XI yakni keuangan dan perbankan. Sedangkan Kemenag merupakan mitra kerja dari Komisi VIII.
Lantas apa yang mendasari KPK menjadikan Romy sebagai tersangka?
Dalam konferensi pers, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, mengatakan Romy diduga menerima suap itu terkait jabatannya sebagai Ketum PPP. Dan sekedar diketahui, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin merupakan politikus PPP.
“Saya pikir dalam kasus yang ini, yang kental ini adalah hubungan kepartaian,” ujar Syarif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (16/3).
Syarif mengatakan, sebelum kasus Romy, perkara dugaan korupsi yang menggunakan pengaruh jabatan itu sudah pernah terjadi.
Syarif lantas mengambil contoh kasus suap kuota impor daging sapi yang melibatkan Presiden PKS, Lutfi Hasan Ishaaq.
Dalam kasus tersebut, lanjut dia, Lutfi yang saat itu anggota Komisi I DPR tidak memiliki kewenangan untuk mengatur kuota impor di Kementerian Pertanian.
Akan tetapi, Luthfi menggunakan jabatannya untuk mencoba mempengaruhi Menteri Pertanian kala itu, Suswono, yang juga kader PKS. Dengan jabatannya Presiden PKS itu, Luthfi menerima Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria, Elizabeth Liman.
“Kalau kita lihat beberapa kasus yang pernah disidik dan dituntut KPK, memang kadang tupoksi di Kementrian itu tidak selalu berhubungan langsung dengan apa yang dikerjakan,” kata Syarif.
“Kalau kita melihat misalnya LHI (Luthfi) itu kan Komisi I DPR yang mengurus luar negeri, tetapi berhubungan dengan impor daging,” lanjutnya.
Dalam kasus ini, Romy sebagai pihak yang diduga menerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara Haris dan Muafaq sebagai pihak yang diduga sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 a yat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sumber : Kumparan.com