JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melemah. Pada perdagangan Jumat (15/2), IHSG melemah 0,48% ke level 6.389,09. Dalam sepekan terakhir, IHSG telah melemah sekitar 2,03%.
Meski begitu, analis meyakini IHSG masih bisa kembali menguat. Edwin Sebayang, Kepala Riset MNC Sekuritas menuturkan, berdasarkan asumsi rata-rata earning per share (EPS) emiten yang sebesar Rp 420, dengan price to earning ratio (PER) sekitar 16 kali, IHSG berpeluang menuju level 6.718 “IHSG berpeluang menguat hingga pemilu,” ujar dia belum lama ini.
Tapi Analis Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy punya pendapat beda. Ia memprediksi, tren pelemahan indeks masih bisa terus terjadi. Pasalnya, menurut hitungan Robertus, target 6.550 sudah tercapai.
Ia menilai indeks bakal melemah hingga akhir bulan ini. Ada kemungkinan IHSG bergerak mix cenderung melemah di Maret. “Karena pada bulan tersebut tensi politik meningkat,” kata Yanuar, Jumat (15/2).
Lalu, usai pesta politik tahun ini, indeks berpotensi bergerak turun. Apalagi, aksi jual asing saat ini tampak membesar. Selama seminggu terakhir saja, net sell investor asing sudah mencapai Rp 3,33 triliun.
Terlalu cepat
Selain itu, IHSG dinilai naik terlalu cepat. November tahun lalu, IHSG masih di level 5.700. Tak butuh waktu terlalu lama, indeks menembus level 6.500 di awal tahun ini.
Managing Director Head of Equity Capital Market Samuel International Harry Su tak menampik kenaikan indeks terlalu kencang. Menurut dia, rentang tertinggi IHSG tahun ini bisa mencapai 6.800. “Kalau di Januari sudah 6.500, itu terlalu cepat naiknya,” beber dia.
Namun, cepatnya kenaikan IHSG bukan satu-satunya faktor yang bisa menekan indeks saham. Faktor lainnya, efek sejumlah kebijakan baru akan dirasakan dampaknya tahun ini. Efek kebijakan tersebut bakal tercermin pada hasil kinerja emiten di kuartal pertama dan kedua.
Edwin melihat, kebijakan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga merupakan salah satu kebijakan yang bakal dirasakan dampaknya tahun ini. Terlebih, kenaikannya terbilang agresif, sehingga bunga acuan saat ini di level 6%.
Kenaikan suku bunga selalu sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Naiknya bunga acuan membuat perekonomian melambat. Dampaknya akan terlihat pada kinerja perusahaan tahun ini. Belum lagi masih adanya potensi kelanjutan perang dagang.
Selama indeks bergerak di level saat ini, siapa pun presiden terpilih, aksi ambil untung bakal terus terjadi. Kalau presiden lama sudah priced in, kalau presiden baru pelaku pasar akan kaget, terang Harry.
Skenario terburuknya, IHSG akan kembali bearish. Indeks berpotensi turun menuju level 6.298. “Ini akan terjadi pasca pelantikan presiden,” ujar Edwin.
Analis Senior Samuel Sekuritas Muhamad Alfatih menambahkan, indeks saat tahun politik periode sebelumnya cenderung naik. Ini menjadi salah satu alasan optimisme indeks bullish tahun ini.
Cuma, Alfatih menghitung, di awal tahun ini indeks saham sudah mencapai level 6.500. Menurut dia, level ini merupakan level resistance.
Sejumlah data juga diperkirakan kurang mendukung penguatan IHSG. Salah satunya, defisit neraca perdagangan Indonesia yang ternyata lebih buruk dari ekspektasi. “Kami prediksi IHSG akan terkoreksi, kemudian konsolidasi di kisaran 6.2006.500,” terang Alfatih.
Sumber : KONTAN.CO.ID