Hingga pukul 14:30 WIB, harga CPO kontrak April di Bursa Derivatif Malaysia menguat sebesar 0,35% ke posisi MYR 2.302/ton, setelah ditutup melemah 1,42% pada perdagangan kemarin.
Sejak pekan lalu, harga CPO sudah naik sebesar 0,83% secara point-to-point, sedangkan performa tahunan komoditas agrikultur andalan Indonesia ini tercatat menguat sebesar 8,53%.
Naiknya harga kontrak minyak kedelai menjadi sentimen yang mendorong penguatan harga CPO hari ini. Hingga pukul 13:15, harga minyak kedelai kontrak Maret di bursa berjangka Chicago (CBOT) naik sebesar 0,13%.
Harga minyak kedelai memang berkorelasi positif dengan harga CPO. Sebab, kedua produk tersebut merupakan substitusi satu sama lain. Saat yang satu naik, yang lain juga akan cenderung mengikuti.
Selain itu, turunnya cadangan minyak sawit di Indonesia juga menjadi faktor yang menopang harga CPO. Pasalnya Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia, dengan kapasitas produksi mencapai 42 juta ton.
Sebagai informasi, produksi sawit pada periode Desember-Maret memang akan menurun karena adanya faktor musiman.
Hal ini dikonfirmasi oleh Ketua Umum Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono.
“Dari sisi [perkebunan] sawit pasti Desember-Maret produksinya turun karena siklusnya turun,” ujar Joko Supriyono usai diskusi di bilangan Menteng, Rabu (9/1/2019).
Terlebih lagi, produksi sawit Indonesia tahun ini diprediksi hanya akan meningkat 1 juta ton tahun ini karena pengaruh siklus tanaman sawit berdasarkan konsensus pasar yang berhasil dihimpun oleh Reuters.
Kenaikan jumlah produksi tersebut relatif kecil dibandingkan lonjakan produksi tahun 2018 yang sebesar 5,5 juta ton.
Di lain sisi, nilai ekspor CPO Malaysia pada periode 1-25 Januari meningkat 12% ke posisi 1,2 juta ton dari bulan sebelumnya yang hanya 1 juta ton, berdasarkan rilis data survei kargo yang dilakukan Societe Generale de Surveillance (SGS) kemarin, mengutip Reuters.
Meningkatnya nilai ekspor Malaysia mengindikasikan bahwa permintaan akan minyak sawit masih tinggi di tengah perlambatan ekonomi dunia.
Saat permintaan meningkat dan produksi cenderung lesu, maka pasar optimis cadangan minyak sawit yang melimpah sejak akhir tahun lalu bisa dikurangi.