METRODEADLINE.COM, – Kian Amboro, M.Pd. salah satu dosen Pendidikan Sejarah Universitas Muhammadiyah Metro menjadi Pendamping Tim Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sejarah Lampung Timur (Lam-Tim) yang mendapat hibah dari Direktorat Sejarah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI untuk melakukan penelusuran sejarah Perjuangan Masyarakat Lampung dalam menentang penjajahan pada abad XIX.
MGMP Sejarah Lam-Tim yang terlibat dalam penelusuran sejarah perjuangan ini berjumlah tiga orang di mana dua diantaranya merupakan alumni terbaik Pendidikan Sejarah UM Metro angkatan 2015. Mereka adalah Novita Mujiyati, M.Pd, Adi Setiawan, S.Pd, dan diketuai oleh bapak Drs. Setio Widodo, M.M dari SMA Negeri 1 Sekampung yang juga adalah alumni Prodi Pendidikan Pendidikan Sejarah FKIP UM Metro.
Menurut penuturan Kian Amboro, M.Pd. kepada Medium News pada Senin, 16 Juli 2018, penelusuran sejarah perjuangan yang ditujukan akan tertuang ke dalam buku tersebut memuat beberapa tokoh utama sebagai pemimpin perjuangan di wilayah Lampung dari penjajahan.
“Beberapa tokoh utama sebagai pemimpin perjuangan yang sedang ditelusuri adalah Pangeran Indrakusuma, Radin Inten I, Radin Imba Kusuma II, Radin Inten II, Batin Mangunang, dan Dalom Mangkunegara,”ujarnya.
“Beberapa penelusuran telah kami lakukan, kebetulan minggu ini (Jum’at, 13 Juli 2018) kami mencoba menelusuri sejarah Perjuangan Batin Mangunang dan Dalom Mangkunegara yang berada di wilayah Kabupaten Tanggamus. Di sana kami bertemu dengan beberapa informan terkemuka, salah satunya Bapak Ismail yang juga sering menulis kisah perjuangan tokoh pahlawan di daerah setempat,” tambahnya.
Lebih dalam, Kian Amboro, M,Pd. menjelaskan, dari penuturan Bapak Ismail inilah yang kemudian mampu membuat penelusuran sejarah perjuangan tokoh daerah setempat sedikit demi sedikit tergali, meski kebenaran akan cerita perjuangan tersebut masih diperlukan validasi yang cukup ketat.
“Bapak Ismail banyak memberi kami informasi mengenai sejarah perjuangan Batin Mangunang dan Dalom Mangkunegara,berikut dengan informasi keturunannya hingga saat ini. Kami dibawa ke rumah adat yang konon katanya merupakan kediaman kedua tokoh tersebut yang terletak di Kota Agung. Kemudian kami ditunjukkan kuburan Dalom Mangkunegara yang berada di belakang rumah adat tersebut, namun kuburan Batin Mangunang menurut keterangan yang kami dapat tidak dikuburkan di sana melainkan di Batavia yang kini berganti nama menjadi Jakarta, hal ini dikarenakan Batin Mangunang akhirnya dapat ditawan Belanda” paparnya.
Selain mengunjungi beberapa tempat Makam beberapa tokoh, rombongan peneliti ini juga mengunjungi beberapa benteng pertahanan saat melawan penjajah Belanda, di mana letaknya cukup tinggi yang berada di perbukitan.
“Usai mengunjungi makam beberapa tokoh yang berada di Kota Agung, kami melanjutkan perjalanan ke Pekon Teratas yang menjadi salah satu tempat Benteng pertahanan saat melawan penjajah. Di sana kami menjumpai dua makam tokoh yang juga berjuang melawan penjajah bersama Batin Mangunang, yang bernama Tambak Jawa dan Tambak Balak. Menariknya, kami tiba di lokasi menjelang petang, sehingga ada beberapa perasaan aneh yang kami rasakan. Menurut pemandu kami yang tak lain adalah warga setempat, tempat makam tersebut merupakan daerah keramat,” jelasnya.
Sejarahwan muda UM Metro ini juga menjelaskan tentang kesulitan dalam mengumpulkan data yang otentik untuk dimuat ke dalam buku yang rencananya akan dicetak dan dipublikasikan serta diedarkan langsung oleh Direktorat Sejarah, Kemendikbud. Belum lagi menurutnya, perjalanan yang jauh dengan menelusuri perbukitan yang cukup melelahkan, meski hal tersebut ia nilai tak sebanding dengan hasil yang akan mereka dapatkan.
“Beberapa data sudah kami dapatkan, tapi harus kami telusuri lagi kebenarannya sebagai pembanding. Mengingat hal ini disampaikan dari lisan ke lisan, meski yang berbicara merupakan kerabat dari pangeran yang merupakan keturunan terakhir dari Dalom Mangkunegara. Karena data yang kami dapatkan harus melalui proses validasi data dengan metode Triangulasi yang tak mudah, pencocokan data juga kami lakukan dengan sumber tertulis, berupa arsip-arsip dan dokumen,” tegasnya.
“Sebenarnya banyak kendala yang kami hadapi, meski ini adalah resiko dalam mengumpulkan data yang real. Dari awal, kami sudah kesulian mencari informan lokal yang mengetahui sejarah perjuangan kedua pahlawan tersebut, belum lagi mencari lokasi yang sesuai yang diharapkan, jarak tempuh yang cukup jauh. Setelah tiba di lokasi pun, kami harus menunggu yang kadang lebih banyak menghabiskan waktu ketimbang mendapatkan informasi yang otentik,”tukasnya.
Meski begitu, ia secara pribadi terhibur dengan semangat yang ditunjukkan bimbingannya dalam mengumpulkan data.
“Saya sangat berterima kasih kepada Direktorat Sejarah Kemendikbud karena telah mempercayakan/ diberi amanah untuk menjadi pembimbing bapak/ibu guru sejarah yang juga alumni-alumni terbaik kami, semangat mereka dalam mengkaji dan menghidupkan sejarah lokal sangat luar biasa, guru-guru sejarah muda yang prestasinya layak dibanggakan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, kunjungan ke Kabupaten Tanggamus ini merupakan kunjungan yang kedua kalinya setelah mencari informan yang kapabilitas di bidangnya. Selain itu, direncanakan penelusuran perjuangan pahlawan lokal dalam melawan penjajahan berikutnya akan berada di wilayah Kotabumi untuk menelusuri perjuangan masyarakat abung. (*)
Sumber : Universitas Muhammadiyah Metro