Oleh : Reki Fahlevi
Lampung Barat sedang giat-giatnya mengebor bumi. Seakan-akan, di setiap halaman sekolah dan kantor pemerintah, ada janji air yang hanya tinggal ditarik dengan mata bor.
Tahun 2025, Dinas Pendidikan menganggarkan lebih dari Rp1,3 miliar untuk 30 titik sumur bor. Sekolah-sekolah yang selama ini bergantung pada air hujan atau sambungan PAMSIMAS siap-siap “merdeka”.
Di atas kertas, kebijakan ini terdengar heroik. Tapi di balik heroisme itu, ada sesuatu yang mencurigakan. Ada apa dengan BUMD Air Minum Limau Kunci? Bukankah BUMD itu dibentuk khusus untuk mengurus air bersih secara profesional?
Pemerintah mungkin saja menganggap Sumur Bor lebih cepat, lebih langsung, lebih terlihat hasilnya. Air bisa muncul besok, bukan bulan depan atau tahun depan.
Namun Lampung Barat bukanlah kota dataran rendah. Ia adalah rangkaian punggung Bukit Barisan. Lereng, tebing, lembah, dan jurang.
Para ahli geologi sudah sejak lama melakukan penelitian. Banyak lapisan tanah di Lampung Barat tersusun dari endapan vulkanik muda. pasir tuf, debu vulkanik, material lepas yang rapuh dan mudah bergeser. Bukan batuan keras.
Beberapa bagian kontur bahkan menyimpan rongga atau struktur seperti labirin. Celah-celah kecil yang bisa melebar bila air terus disuntikkan. Air bisa menjadi kehidupan, tapi di tanah jenis ini, air juga bisa menjadi pelarut.
Saya bertanya dalam hati. Sudahkah titik-titik sumur itu diuji dengan metode geolistrik? Sudahkah konsultan hidrogeologi dilibatkan? Atau jangan-jangan hanya menggunakan ilmu paling populer di Indonesia. “katanya di sini pernah ada sumur yang berhasil”.
Kita ini bangsa yang suka mencoba peruntungan. Menanam padi di lereng curam, membangun rumah di bantaran sungai, mengebor air di tanah labil. Kalau berhasil, kita sebut “rezeki”. Kalau gagal, kita sebut “takdir”.
Padahal, teknologi sudah tersedia. Survei resistivitas bisa memetakan kedalaman akuifer. Uji penetrasi tanah bisa mendeteksi lapisan lemah.
Saya membayangkan 30 titik sumur bor itu tersebar di sekolah-sekolah. Anak-anak minum air hasil pengeboran. Para guru lega. Semua terlihat sukses. sampai suatu hari sumur itu kering, atau lebih buruk dari itu.
Kita harus jujur. Lampung Barat tidak hanya butuh sumur. Ia butuh manajemen air. Ia butuh peta hidrogeologi. Ia butuh rencana jangka panjang, bukan sekedar proyek jangka pendek. Air bukan hanya urusan kebutuhan hari ini, tapi kelangsungan hidup generasi mendatang.(*)