Maria Azahra,SH,MKn Ketua P2TP2A Lamtim Hadiri Acara Seminar Parenting Way Bungur

Laporan : Ropian Kunang

LAMPUNG TIMUR – Seminar Parenting diadakan oleh pengurus Pimpinan Cabang Nasyiatul Aisyiyah Way Bungur diketuai oleh Siti Magfiroh,SH.I pada Minggu, 8/3 jam 08.00 WIB di Balai Desa Taman Negeri Kecamatan Way Bungur.

Seminar Parenting kali ini mengangkat tema tentang Nasyiah Way Bungur Tanggap Kekerasan Seksual Terhadap Anak Usia Dini.

Hadir pada acara tersebut diantaranya Maria Azahra Ketua P2TP2A Lamtim, Polsek, Koramil, Puskesmas, para pendidik dan puluhan peserta didik TK ABA Desa Taman Negeri serta Catur Aryani,S,Pd,I Ketua Panitia Pelaksana.

Sebagai nara sumber kegiatan seminar parenting tersebut, Maria Azahra,SH,MKn Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lampung Timur.

“Anak merupakan belahan jiwa, gambaran dan cermin masa depan, asset keluarga, agama, bangsa dan Negara. Anak adalah titipan( Anugrah terindah) dari Sang pencipta, yang seharusnya di didik dengan penuh kasih dan cinta,” kata Maria Azahra.

“Tetapi banyak sekali orangtua, orangtua kandung ataupun orangtua angkat yang tidak menjaga titipannya tapi malah menyiksa anak tersebut. Di Indonesia tingkat kekerasan pada anak masih tergolong tinggi. Mulai dari kekerasan, pembunuhan, penganiayaan dan bentuk tindakan kriminal lainnya yang berpengaruh negatif bagi kejiwaan anak.”

“Kekerasan terhadap anak terjadi setiap 2 menit, dari Januari hingga Agustus 2009 ini tercatat 1.891 kasus kekerasan terhadap anak, 891 kasus di antaranya terjadi di sekolah. Kasus yang tidak dilaporkan dan ditangani secara diam-diam, tidak tercatat jumlahnya.”

“Pengabaian, orangtua yang seharusnya bertanggung jawab terhadap anak, telah gagal menyediakan kebutuhan anak secara tepat. Kebutuhan emosi seperti sentuhan, cinta dan pengasuhan, tidak terpenuhi.”

“Kekerasan fisik, perlakukan kasar secara fisik terhadap anak, seperti mencubit, menendang, memukul atau mengguncang. Kekerasan fisik kerap kali tak ada batas jelas antara menyiksa dan mendisiplin. Fetal alcohol syndrome, atau konsumsi alkohol berlebihan saat hamil hingga mengakibatkan bayi lahir cacat, digolongkan sebagai kekerasan fisik terhadap anak.”

“Kekerasan seksual, bisa dilakukan orang dewasa terhadap anak. Menyentuh bagian tubuh anak, anak disuruh memgang alat kelamin hingga pemaksaan hubungan seksual.”

“Kekerasan Emosi/Verbal, kekrasan yang ditujukan untuk mengendalikan dengan cara menakut-nakuti, mengancam, menumbuhkan rasa bersalah, menghina/mencemooh, memaksa dan sebagainya.”

“Seharusnya, seorang anak diberi pendidikan yang tinggi, serta didukung dengan kasih sayang keluarga agar jiwanya tidak terganggu.hal ini terjadi karena Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak.”

“Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya. Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat.”

“Kekerasan terhadap anak dapat diartikan sebagai perilaku yang sengaja maupun tidak sengaja yang ditujukan untuk mencederai atau merusak anak, baik berupa serangan fisik maupun mental. Kekerasan fisik yang dilakukan orang tua terhadap anak usia dini tentu saja sebuah pelanggaran Hak Asasi Manusia.”

“Yaitu Hak untuk hidup, Hak untuk mendapatkan Perlindungan, dan Hak untuk mendapatkan Pendidikan. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak dalam kandungan.”

“Menurut UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatannya, serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”

“Masalah pada kekerasan terhadap anak usia dini rasanya sudah mulai beredar dimanapun dan penyelesaian masalah tersebut sudah sangat sulit diselesaikan dengan tuntas,kekerasan terhadap anak usia dini masih terjadi di sekitar kita. Kesadaran masyarakat Indonesia yang masih rendah terhadap kekerasan terhadap anak usia dini,masalah ini mempunyai banyak pengaruh besar pada fakor fisik dan kejiwaan kekerasaan terhadap anak usia dini setiap tahunya semakin meningkat berdasarkan tahun tahun belakang ini, anak berperan sangat strategis dalam menyukseskan suatu bangsa.”

“Anak mempunyai hak yang bersifat asasi, sebagaimana yang dimiliki orang dewasa yaitu hak asasi manusia(HAM). tetapi orang dewasa tetap saja tidak mempunyai kesadaran bahwa anak juga memiliki hak yang sama seperti dirinya yaitu hak untuk hidup. Masih saja banyak orang yang melakukan kekerasan terhadap anak.”

“Kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa atau anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab dari orangtua atau pengasuh yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat/kematian.”

“Kekerasan pada anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak. Banyak orang tua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar.akan tetapi kekerasan itu dapat menganggu perkembangan fisik maupun perkembangan mental sang anak itu tersendiri.”

“Ngomong-omong tentang kekerasan anak, dinegara kita Indonesia ini bisa dibilang memprihatinkan. Hampir tiap hari kolom berita di televisi pasti ditemukan kasus-kasus kekerasan yang ter-ekspos.”

“Menurut saya, hal semacam ini terjadi karena kurangnya kesadaran dalam diri masing-masing individu.bahkan bisa saja kekerasan yang dilakukan itu dianggap biasa dan sepele kasus kekerasan anak, realitanya menimbulkan dampak yang luar biasa jika benar-benar terjadi. Kekerasan terhadap anak tidak lepas kaitannya dengan orang tua.berasal dari orangtua yang memaksakan kehendaknya terhadap anak, dan lekas itu anak mulai memberontak.”

“Nah, kekerasan itu kemungkinan besar akan terjadi.Hasilnya, mereka tidak memiliki keleluasaan atau kebebasan dalam hidupnya. Anak merupakan buah dari perilaku kita.Dampak Fatal yang di derita korban kekerasan antar lain seperti : Agresif,mengurung diri,rendah diri,stress dan Trauma akan kekerasan itu tersebut.”

“Selama ini kasus-kasus kekerasaan terhadap anak usia dini banyak diabaikan oleh Negara sebab hanya dipandang sebagai masalah internal keluarga, jadi Investigasi dianggap kurang penting. Padahal jelas tertulis adanya anak berhak memperoleh rasa aman, nyaman dan hak mendapat perlindungan hukum dari berbagai tindak kekerasan.”

“Merupakan tanggung jawab Negara untuk memberikan perlindungan bagi semua anak dari segala tindak kekerasan, juga harus menjatuhkan hukuman pada pelaku tanggung jawab yang cukup.”

“Ada beberapa masukan dari saya mungkin untuk orangtua sendiri yaitu:

1. Evaluasi diri mengenai pandangan kita tentang anak, apakah sudah tepat dan apakah kita sudah memberikan yang terbaik untuk anak kita.

2. Diskusi dan berbagi, dengan orang lain untuk mengetahui seberapa baik dan tepat perlakuan dan pandangan kita pada anak.

3. Perbanyak pengetahuan, pengetahuan yang tepat dapat dilakukan dan dipertanggungjawabkan sehingga kita mampu meletakkan pandangan kita mengenai anak secara lebih tepat sehingga kita tidak akan terkungkung oleh pandangan yang belum tentu benar.

4. Peka terhadap anak. Kepekaan terhadap anak akan membuat kita bersegara melakukan tindakan apabila kita mendapati anak menjadi korban kekerasan baik oleh anggota keluarga sendiri atau orang lain.

5. Hubungi lembaga yang berkompeten. Sekarang banyak lembaga yang bergerak dibidang hukum, perlindungan anak dan aparat pemerintah atau penegak hukum yang bisa membantu menghadapi kekerasan pada anak,” jelas Ketua P2TP2A Lamtim itu.

“Apabila suatu hari si anak berbuat kesalahan maka orang tua boleh menghukum nya, tetapi hukumannya itu yang sesuai dengan tingkatan si anak. Setelah memberi hukuman kepada si buah, orang tua segeralah memanjakan anak, yang saya maksut dari memanjakan anak di sini bukan lah menuruti semua keinginannya yang dia mau akan tetapi melainkan orang tua memberi pengarahan kepada si anak seperti contoh “ jangan di ulangi lagi ya!” dari situ anak akan merasakan fikiran untuk tidak mengulangi kesalahan lagi. Karena si anak akan sudah berfikir apabila mau melakukan kesalahan dia akan di hukum oleh orang tuanya,tetapi akan lebih baik jika tidak dimarahi dikarenakan membuat anak jadi lebih stress.”

“Apa saja dampak dari stress?

Gagal mencapai pendidikan, gagal berprestasi, kurangnya konsentrasi, terlalu berfikir kritis, dan masih banyak lagi,dan menurut saya dampak kekerasan terhadap anak usia dini akan berlanjut nanti hingga dewasa selain itu ada pula beberapa resiko yang saya tahu yaitu: Merasa tidak mudah memercayai orang lain.”

“Korban kekerasan pada anak merasakan pengalaman buruk mengenai penyalahgunaan rasa percaya dan rasa keamanan. Saat mereka dewasa bertahun-tahun kemudian, hal ini bisa terus memiliki dampak bagi mereka. Mereka kesulitan untuk kembali memercayai orang lain yang akan menyayangi secara tulus.

1. Memperoleh kesulitan mempertahankan hubungan pribadi

Pengalaman sebagai korban kekerasan pada anak dapat membuat mereka menjadi sulit memercayai orang lain, mudah cemburu, dan merasa curiga. Bahkan, ada yang merasa kesulitan mempertahankan hubungan pribadi untuk jangka waktu yang lama karena rasa takut. Saat dewasa, hal ini dapat mengganggu hubungan pribadi mereka. Padahal kondisi ini berisiko membuat mereka merasa kesepian.

2. Memiliki risiko gangguan kesehatan yang lebih tinggi

Korban kekerasan berisiko mengalami gangguan kesehatan yang lebih tinggi, baik secara psikis maupun fisik pada saat mereka tumbuh dewasa. Sebuah studi mengungkap, para korban lebih sering mengunjungi dokter, lebih banyak yang harus menjalani prosedur operasi hingga menderita kondisi penyakit kronis, bila dibandingkan yang tidak mengalami kekerasan.

3. Menjadi pelaku kekerasan pada anak atau orang lain.

Saat anak korban kekerasan menjadi orang tua atau pengasuh, mereka berisiko melakukan hal yang sama pada anak. Diperkirakan risiko ini terjadi cukup tinggi, yaitu pada sekitar tiga dari 10 orang anak korban kekerasan. Siklus ini dapat terus berlanjut jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat untuk mengatasi trauma.

4. Selain itu, ada pula risiko lain dari korban kekerasan pada anak ketika mereka beranjak dewasa seperti depresi, kelainan pola makan, serangan panik, keinginan bunuh diri, penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan terlarang.”

“Tidak peduli seberapa lama pengalaman traumatis kekerasan pada anak sudah berlalu, tanpa penanganan yang tepat, kondisi ini dapat menimbulkan efek berkelanjutan. Penting bagi para korban kekerasan tersebut mendapat bantuan dari psikolog atau ahli lainnya.

Kendala yang dihadapi saat ini adalah masih kurangnya kesadaran masyarakat dan petugas kesehatan untuk melaporkan kejadian kekerasan terhadap anak.

Menurut saya salah satu bentuk perlindungan hukum bagi petugas adalah Permenkes nomor 68 tahun 2013 tentang Kewajiban Pemberi Layanan Kesehatan Untuk Memberikan Informasi Apabila Ada Dugaan Kasus Kekerasan Terhadap Anak.”

“Harus kita sadari bersama bahwa pada dasarnya semua pihak dapat berperan untuk mencegah terjadinya kekerasan pada anak. “Peran masyarakat untuk segera melaporkan kejadian mencegah terjadinya kekerasan yang berkelanjutan.”

“Kita tidak lagi bisa berprinsip bahwa berketurunan dan membesarkan anak adalah sekadar hal normatif yang sudah sewajarnya dilakukan. Sudah seharusnya kita memberi perhatian lebih pada kesiapan kita menjadi orang tua yang baik apabila berkeinginan memiliki dan membesarkan seorang anak.”

“Lebih baik menunda berkeluarga dan memiliki anak apabila kita tidak yakin siap dapat memenuhi tanggung jawab sebagai orang tua terhadap anak dan dampaknya bagi masyarakat di kemudian hari. Anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh yang baik pun akan menunjukkan pengendalian diri dan perilaku sosial yang baik. Mereka dibesarkan tidak dengan kekerasan.”

“Ketika anak-anak melanggar aturan, orang tuanya menerapkan disiplin yang adil dan konsisten. Orang tua yang demikian, karena bertindak sebagai panutan dengan menunjukan pemahaman emosional dan kontrol diri yang baik, maka anak-anak juga menjadi belajar untuk mengatur emosi mereka sendiri dan belajar bagaimana untuk memahami orang,” pungkas Maria yang berprofesi sebagai Notaris / PPAT di Bandar Jaya Kabupaten Lampung Tengah itu.

Agenda, kegiatan anak-anak diluar balai Desa Taman Negeri melaksanakan senam bersama, lomba mewarnai dan pemutaran film edukasi anak.

You might also like

error: Content is protected !!