Daerah Irigasi Beralih Fungsi Pengurus Yayasan Siap Bongkar Bangunan

Laporan : Ropian Kunang

LAMPUNG TIMUR – Belasan masyarakat warga Desa Tanjung Kesuma Kecamatan Purbolinggo mengeluh, lantaran karena daerah irigasi lahan area sawah mereka sejak beberapa tahun terakhir tidak lagi teraliri air yang mengalir bersumber dari jaringan irigasi tersier.

Penyebabnya, pada sekitar tahun 2004 silam jaringan irigasi tersier dibagian hulu lebih kurang sepanjang 20 meter diduga digunakan oleh oknum Ketua Yayasan berinisial, BR untuk mendirikan bangunan.

Itu, bangunan gedung digunakan untuk Pondok Pesantren dan Sekolah sehingga menyebabkan sawah masyarakat beralih fungsi menjadi lahan tanaman jagung dan ubi kayu sehingga berakibat terjadi kerugian ditengah kehidupan sosial masyarakat.

“Sawah saya setengah hektar sudah sekitar delapan tahun nggak bisa ditanami padi, karena air nggak bisa ngalir sebab diatas saluran tersier dibangun gedung untuk pondok dan sekolah, padahal bayar pajaknya itu pajak sawah bukan peladangan,” keluh Wahyudin pemilik setengah hektar sawah pada Kamis, 12/3 pukul 14.00 WIB saat ditemui dirumahnya.

Perihal itu pernah dimusyawarahkan di balai Desa Tanjung Kesuma, akan tetapi tidak ada realisasi perbaikan dari oknum pemilik ponpes hingga kini.
“Memang kami pernah kumpulan di balai desa, juga sempat ada orang dinas survei turun ke lapangan, ngukur-ngukur katanya mau ada bantuan, tapi nggak turun-turun sampai sekarang,” jelas pria yang berprofesi sebagai penjahit itu.

Masyarakat berharap agar daerah irigasi area sawah mereka dan berikut jaringan irigasi tersier dapat berfungsi kembali normal seperti semula.

“Kami harap sawah kami kembali seperti semula, setahun bisa tiga kali panen, tanem padi musim rendeng dan gaduh, sudah itu tanem jagung atau singkong, semenjak (beralih fungsi) itu saya beli beras terus,” harapnya.

“Lumayan banyak hasil nanam padi daripada jagung atau singkong, cukup besar nilai kerugian yang saya alami selama ini sebab dalam setahun bisa dua kali panen hasilnya lima sampai enam ton, harga jual padi kering giling enam ribu dalam sekilo,” harapnya.

Ketua Yayasan berinisial, Hi. BR terindikasi berkelit, ia mengaku apabila pihaknya mengantongi izin penggunaan jaringan irigasi tersier dari Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Lampung Timur untuk dijadikan lokasi pembangunan ponpes dan sekolah meski secara lisan, sehingga membuatnya agak naik pitam.

“(Izin dari dinas PU Pengairan) ada itu, ada, Pengairan nggak ada itu, Pengairan itu izin aja DAS lewat konfirmasi aja, jadi maksud bapak ini maksudnya apa, ini apa usul, apa izin, apa klarifikasi, maksudnya apa gitu, tolong sampaikan dulu,” kelit BR pemilik ponpes dan sekolah pada Kamis, 13/3 pukul 15.30 WIB.

Bahkan pihaknya menantang masyarakat pemilik sawah untuk membuat gorong-gorong, berapa pun biaya yang dibutuhkan akan dibiayai oleh pihaknya.

“Bis deker ada, (jaringan irigasi tersier tersumbat dimusyawarahkan tahun 2018 dibalai desa) sudah, sudah saya tantang tu tak buatin gorong-gorong, berapa pun bangunannya berapa pun harganya saya biayai, sampai hari itu masyarakat itu diam, nggak ngasih tawaran, nggak ngasih masukan apa-apa,” dalihnya.

Apabila pembangunan satu unit bangunan gedung untuk ponpes dan sekolah tersebut menyalahi ketentuan peraturan perundang-undangan atau regulasi hukum maka bangunan gedung yang telah didirikan tersebut siap untuk dibongkar total.

“Maksudnya gini, dasar-dasarnya waktu itu, tandatangan pamong setempat disitu ada kepala desa, sekdes, pokoknya seluruh (perangkat desa dan masyarakat) kemudian saya silahkan kalau mau ingin sawah (berfungsi), (apabila) cocok (bangunan) bongkar kembali, nggak apa-apa (bangunan) saya bongkar, saya siap membongkar bangunan itu, kalau memang itu salah,” alibi pemilik toko material bangunan tersebut.

You might also like

error: Content is protected !!