APBD-P Lamtim Akan Dianggarkan DPRD Lamtim Bagi P2TP2A Lamtim

Laporan : Ropian Kunang

LAMPUNG TIMUR – Anggaran untuk biaya pendampingan dikeluhkan Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lampung Timur, Maria Azahra.

Menyikapi perihal tersebut, Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lampung Timur, Supriyono menyarankan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kabupaten Lampung Timur, Rita Witriati membuat pengajuan anggaran dimaksud.

Kerangka Acuan Kerja (KAK) sebagai Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi P2TP2A Lamtim dalam melakukan pendampingan korban kekerasan perempuan dan anak berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Lampung Timur.

“(KA) sudah ada, kita sudah ada SOP, standar pelayanan terhadap korban, sudah ada semuanya. Karena, kita secara resmi dibuat melalui SK Bupati Lampung Timur pendiriannya,” kata Maria Azahra Ketua P2TP2A Lamtim pada Minggu, 1/3 pukul 19.35 WIB yang dihubungi melalui telepon selulernya.

“Artinya, kedudukan P2TP2A Lampung Timur itu setara hitungannya dengan Dinas PPPA Lamtim. Setelah di tahun 2020 ini, kami memang nggak dapat anggaran untuk (biaya) pendampingan.”

Anggaran untuk biaya pendampingan melalui Dinas PPPA Lamtim, mengingat pada tahun-tahun sebelumnya P2TP2A Lamtim menerima dana hibah tersebut dari Bupati Lampung Timur.

“Karena memang anggaran itu adanya di Dinas PPPA, kalau di tahun-tahun sebelumnya, kami berjalan itu mendapat dana hibah dari Bupati,” tambah Ketua P2TP2A Lamtim itu.

Selama 2 tahun berjalan ini P2TP2A Lamtim tidak mendapatkan anggaran tersebut, sementara P2TP2A Lamtim dibentuk Bupati Lampung Timur.

“Nah, 2 tahun berjalan ini, kita tidak mendapatkan anggaran, karena P2TP2A ini memang organisasi yang dibentuk oleh Bupati,” lanjut Maria.

Hendaknya, meskipun tidak mendapat anggaran namun pihaknya mendapat dukungan teknis lainnya.

“Sebetulnya, yang dikeluhkan mas Dian itu, kalau pas memang P2TP2A tidak mendapatkan anggaran itu nggak apa-apa. Tapi, dukungan secara teknis maupun dukungan-dukungan lain itu tetap bisa dilakukan,” sambungnya.

“Nenurut teman-teman pendamping, itu (dukungan) agak kurang dilakukan oleh Dinas. Misalnya, ketika kami, hendak membawa korban, hitungan beberapa kali, dukungan kendaraan Dinasnya mesti bisa dilakukan.”

Tindakan kekerasan perempuan dan anak terjadi secara tiba-tiba, maka pemberitahuan disampaikan melalui aplikasi WhatsApp. Akan tetapi pihaknya tetap menyampaikan secara tertulis.

“Karena sifatnya korban mendadak, walaupun per (melalui) WA, tapi saya ke temen-temen selalu membuat surat itu pasti secara tertulis sudah saya sampaikan,” urainya.

“Tapi ada waktu-waktu, dimana temen-temen namanya proses pendampingan ini kan dinamis dilapangan. Kita nggak (mengira), tiba-tiba (terjadi peristiwa secara) mendadak malam hari, ya tanpa kenal waktu.”

Menurutnya, perihal ini disinyalir kurang dipahami, sementara mobil perlindungan (Molin) berada di Dinas PPPA Lamtim, saat akan berkoordinasi terkadang Kadis PPPA Lamtim padat agenda.

“Ini yang menurut saya kurang dipahami oleh Dinas PPPA, karena kendaraan Dinas itu ada di Dinas PPPA. Ini yang harusnya mesti ada koordinasi bersama, kami sudah beberapa kali meminta, koordinasi bersama, tetapi di Bu Rita nya sendiri memang kendala beliau yang sibuk dan kami memaklumi,”

Selain tidak mendapatkan anggaran selama 2 tahun berturut-turut, P2TP2A Lamtim juga tidak mendapat kendaraan inventarisasi secara khusus.

“(Kantor P2TP2A) ada kita di depan Dinas Pendidikan, (Kendaraan) nggak punya, kita nggak dikasih kendaraan sama sekali. (KAK) iya betul SOP standar operasional pendampingan, sudah nggak dapet anggaran kami dari tahun 2019 tahun ini 2020,”

Maria Azahra menjabat Ketua P2TP2A Lamtim sejak tahun 2019, sedangkan sepengetahuannya anggaran untuk pihaknya pada tahun 2018 lalu lebih kurang Rp.100 juta sebagai dana hibah.

“Kalau pertahun, itu kan tergantung kebijakan Bupati, kalau tahun kemarin (2018) itu saya lupa. Saya jadi Ketua P2TP2A sejak tahun 2019, kalau waktu tahun 2018 itu mungkin sekitar 100 jutaan, dana hibah,”

Meskipun tidak memperoleh anggaran pihaknya tetap konsisten melaksanakan pendampingan dengan cara melakukan penggalangan dana dari pihak lain.

Anggaran tersebut digunakan P2TP2A Lamtim selama 12 bulan berturut-turut sesuai dengan tahun berjalan.

“(untuk biaya 12 bulan) iya selama 12 bulan, untuk biaya pendampingan saya tidak dapat anggaran, tapi kami tetap konsisten melakukan pendampingan walaupun nggak ada dukungan anggaran, karena kami juga menggali dari pihak-pihak lain,”

“Kami berharap, kalau memang bisa ada yang memfasilitasi dukungan terhadap kegiatan pendampingan melalui sumbangan-sumbangan dari pihak-pihak yang tidak mengikat,” harapnya.

“Tapi kami berharap dari Pemda Lampung Timur minta dukungan teknis, minimal, walaupun tidak mendapatkan dukungan anggaran, dukungan teknis misalnya kendaraan, kemudian percepatan pelayanan terhadap korban, itu yang menurut kami sangat kurang.”

‘Misalnya, mulai dari, korban-korban ini kan rata-rata dari orang keluarga nggak mampu sebagian besar. Mulai dari kependudukan aja, mereka itu nggak punya, kemudian dari sisi kesehatannya, pendidikannya, dukungan seperti itu yang kami sangat berharap.”

Koordinasi antar stakeholder memang diperlukan dilakukan, bilamana tidak maka pihaknya merasa prihatin terhadap para korban kekerasan khususnya usia anak utamanya usia belajar.

“Koordinasi antar stakeholder itu, kalau tidak seperti itu ya korban-korban ini kasian, karena usia korban ini kan rata-rata usia anak dan usia masih sekolah. Semestinya harus difasilitasi oleh Pemerintah Daerah.”

“Okelah seandainya kami tidak mendapatkan dukungan itu, tapi, terhadap persoalan korban ketika ada kasus, ya mari kita bersama-sama bergerak, itu yang sangat saya berharap,”

Bantuan 1 unit mobil perlindungan (molin) dan 2 unit motor perlindungan (torlin) disalurkan Pemerintah melalui Kementerian terkait ke Kabupaten/Kota lain seharusnya demikian juga untuk di Kabupaten Lampung Timur, bukan hanya 1 unit molin saja.

“Iya harusnya, seharusnya seperti itu, dan kami juga berharap, kalau memang ada korban ya mari kita sama-sama. Toh kami nggak punya kepentingan terhadap korban, nggak punya kepentingan untuk cari uang nggak kami, sebenarnya kerja-kerja sukarela,”

Menurutnya, apapun yang disampaikan oleh Dian Ansori itu benar adanya dan merupakan suatu hal yang wajar meskipun kurang tepat.

“Oke yang disebut, yang ditulis sama pak Dian itu semuanya betul, walaupun cara Dian menyampaikan yang menurut orang-orang Dinas itu nggak pas, tapi, kalau menurut saya itu sangat wajar,” pungkasnya.

Menyikapi perihal tersebut, Ketua Komisi IV DPRD Lamtim, Supriyono mengatakan minim atau tidak tersedianya anggaran menjadi sebuah persoalan tatkala terjadi peristiwa kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Minimnya anggaran bahkan tidak adanya anggaran terkait P2TP2A memang menjadi persoalan. Sehingga, ketika ada masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak jelas perlu pendampingan untuk operasional dan sebagainya,” tegas Supriyono pada Senin, 2/3 pukul 15.38 WIB yang disampaikannya melalui aplikasi WhatsApp.

Pihaknya berharap Dinas PPPA Lamtim mengusulkan anggaran untuk P2TP2A Lamtim yang akan dibahas pada anggaran pendapatan dan belanja daerah perubahan (APBD-P) Lamtim tahun 2020.

“Karna itu, saya berharap nantinya Dinas PPPA dapat mengusulkan untuk di bahas agar bisa dianggarkan di perubahan anggaran, komisi 4 akan mendorong dan untuk dianggarkan,” harap Ketua Komisi IV DPRD Lamtim itu.

Ia menyarankan agar P2TP2A Lamtim berkoordinasi dengan Dinas PPPA Lamtim nanti pihaknya membantu agar supaya dapat dianggarkan.

“Silahkan koordinasi dengan Dinas PPPA usulkan saja nanti akan kita bantu agar dianggarkan,” jelas Supri sapaan Supriyono.

You might also like

error: Content is protected !!