LAMPUNG TIMUR – Praktek potong – memotong dana kapitasi dan dana bantuan operasional kesehatan (BOK) ternyata terjadi sejak dulu kala hingga kini. Pemotongan diduga dilakukan oleh 33 Kepala Puskesmas dan Puskesmas Pembantu setelah dicairkan setiap triwulannya. Kemudian hasil potongan itu diserahkan oleh Kepala Puskesmas langsung kepada Kepala Bidang maupun Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur. Setelah uang hasil potongan terkumpul, lalu Kepala Bidang membagi sesuai dengan posnya masing-masing. Pos utama untuk upeti ke Bupati Lampung Timur dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung serta untuk bagian oknum pihak tertentu.
Dana Kapitasi terindikasi dipotong 5% secara merata terkecuali Kepala Puskesmas atau Puskesmas pembantu haus jabatan diperalat.
“Bukan 20% tapi 5%, ada Puskesmas – Puskesmas tersebut mungkin diperalat khususnya yang senang sama jabatan”. Ungkap seorang mantan Kepala Puskesmas Selasa, 26 Januari 2016 dikediamannya.
“Seharusnya uang masuk ke dr. Evi dulu, terakhir ini uang itu langsung ke pak Ketut, kalau mau ditelusuri uang itu kemana. Kalau dulu dana itu setornya ke bu There, bu there itulah yang membagi sesuai pos-posnya di dinas.
“dokter Evi itu sekarang posisinya disudutkan, jadi semua duit – duit itu ke pak Ketut semua. Mau motong 5% itu dirapatkan, kalau diluar itu melanggar kesepakatan”.
Berbeda dengan dana bantuan operasional kesehatan (BOK), nilainya kecil akan tetapi potongannya besar mencapai 10%.
“Itu dana BOK malah besar dipotong 10%, nilainya kecil persenan besar tapi kalau nilai besar persenannya kecil”.
Untuk pertama kali bantuan operasional kesehatan (BOK) disalurkan, saat itu, dipotong oleh Jamil Kepala Dinas Kesehatan Lampung Timur sebesar Rp. 10%.
“Pertama BOK turun waktu itu pak Jamil motong 10%, misalnya dana itu 100 ribu, berarti kalau dipotong 10% artinya kita korupsi 10 ribu”.
Bahkan dana BOK dipotong oleh Satono ketika menjabat Bupati Lampung Timur sebesar 30%.
“Malah dijaman pak Satono sampe dipotong 30%, setiap minta pak Jamil ngomong disuruh pak Satono, karena saya nggak mau disuruh buat surat pernyataan, saya dipanggil pak Satono sampe dibilang nggak loyal”.
Tapi nasib malang, belum seumur jagung menjabat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur, dokter Evi Darwati terkena operasi tangkap tangan dari Kepolisian Daerah Lampung.
Sebelumnya, ketika perihal tersebut dikonfirmasi kepada Ketut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur belum sempat dibalas Ketut lengser dari jabatannya digantikan oleh dokter Evi Darwati. Ketika sedang menunggu konfirmasi balasan konfirmasi dari dokter Evi Darwati, akhirnya dokter Evi Darwati terlebih dahulu terkena OTT menerima uang potongan dari Kepala Puskesmas Kecamatan Pekalongan, Kepala Puskesmas Kecamatan Raman Utara dan Kepala Puskesmas Kecamatan Way Bungur.
Mantan Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Kabupaten Lampung Timur (Lamtim), Evi Darwati, divonis dua tahun tiga bulan penjara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (7/2/2018). Vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan jaksa sebelumnya, yakni satu tahun 10 bulan penjara, dilansir dari kupastuntas.co.
Menurut Majelis Hakim yang dipimpin Siti, menyatakan terdakwa Evi terbukti melakukan penyimpangan dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Selain itu, Evi juga didenda Rp.500 juta subsidair 2 bulan kurungan dan uang pengganti Rp.122 juta.
Evi, kata Siti, dinyatakan terbukti secara sah dan bersalah melanggar Pasal 11 Jo. Pasal 18 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2009 Tentang Tindak Pidana Korupsi Jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas putusan itu terdakwa menyatakan terima sedangkan jaksa Lutffy menyatakan pikir-pikir selama satu minggu.
Sementara itu, disidang terpisah, terdakwa Rere (staff di dinas kesehatan) divonis satu tahun penjara. Hukuman Rere lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya 1,5 tahun penjara.
Untuk diketahui, Evi dan Rere menerima uang setoran 5 persen dari 3 Puskesmas di wilayah Lamtim. Dari setoran itu, mereka menerima sebesar Rp 48 juta. (*)
Dilaporkan oleh : Ropian Kunang