MetroDeadline.com– Anjloknya saham emiten penerbangan mengiringi keputusan pemerintah menurunkan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat. Kemarin (14/5) harga saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) turun 12 poin atau 2,93 persen sehingga menjadi Rp 398 per lembar.
Penurunan tersebut selaras dengan merosotnya indeks harga saham gabungan (IHSG). Yakni, turun 64,19 poin atau 1,05 persen ke posisi 6.071,20. Meski demikian, saham emiten penerbangan yang anjlok dinilai hanya reaksi sesaat dari investor.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, penurunan tarif itu tidak akan signifikan. Sebab, sebelumnya TBA sudah terlalu tinggi. Sebagai contoh, dalam TBA sebelumnya, tarif rute Jakarta-Palembang sekitar Rp 2,6 juta sekali jalan. Sementara itu, range harga tiket saat ini Rp 800 ribu-Rp 1 juta untuk kelas ekonomi. Jika TBA turun 16 persen, harganya menjadi sekitar Rp 2,3 juta. Artinya, harga tiket sekarang masih berada di bawah TBA.
Menurut Bhima, kisruh laporan keuangan Garuda Indonesia juga berdampak pada turunnya harga saham. Namun, itu tidak signifikan. “Kalau TBA-nya tidak turun signifikan, ya maskapai berkelit sudah mematuhi TBA. Regulasinya nggak berpengaruh apa-apa. Kecuali turun 50-60 persen, baru signifikan,” ungkapnya.
Turunnya harga saham emiten penerbangan lebih dipengaruhi faktor eksternal. Itu juga berdampak pada turunnya IHSG. Faktor meningkatnya tensi perang dagang antara AS dan Tiongkok, serta kenaikan bea masuk, bisa memperparah kinerja ekspor tahun ini. Sebelumnya, ekspor Maret 2019 turun 10 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. “Ketidakpastian global dan domestik berimplikasi pada peningkatan aksi jual bersih investor asing sebesar Rp 3,6 triliun sepekan terakhir,” ulas dia.
Senada, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan bahwa turunnya saham emiten penerbangan selaras dengan melemahnya IHSG. Bahkan, itu tidak hanya terjadi pada emiten penerbangan, tapi menyasar semua emiten sebagai imbas perang dagang. Dalam sepekan ini, IHSG diprediksi masih akan melemah. “Saya lihat sih merata penurunannya. Itu dipengaruhi isu perang dagang,” papar dia.
Sementara itu, senasib dengan IHSG, rupiah mengalami tekanan akibat perang dagang AS-Tiongkok yang kembali memanas. Berdasar data Bloomberg, kemarin rupiah ditutup melemah di level 14.434 per dolar AS (USD). Mata uang Garuda melemah 0,08 persen jika dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya, yakni Rp 14.424 per USD.
Sedangkan berdasar data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di posisi 14.444 per USD. Lebih rendah daripada sebelumnya, yakni Rp 14.362 per USD. (Jawapos)